Home / Liputan Utama / Mengubah Kardus Bekas Susu Menjadi Suvenir yang Banyak Peminatnya

Mengubah Kardus Bekas Susu Menjadi Suvenir yang Banyak Peminatnya

Celengan Ken

 

Acapkali, sebuah ide bisnis muncul dari keinginan memanfatkan barang yang sudah tidak terpakai lagi, menjadi barang yang fungsional. Setidaknya, itulah yang terjadi pada Nuning, yang awalnya hanya memanfaatkan kardus bekas susu menjadi celengan tapi akhirnya berubah menjadi bisnis yang serius

 

[su_pullquote]Dari 200–250 Celengan Ken yang diproduksi setiap bulan, 150–200 di antaranya langsung diserap pasar. Sedangkan sisanya, diserap dalam berbagai bazar/pameran[/su_pullquote]

 e-preneur.co. Setiap anak membawa rezeki, baik bagi dirinya sendiri maupun untuk kedua orang tuanya. Ungkapan ini ada benarnya. Setidaknya, bagi Wahyuning Widowati.

Setelah menunggu selama delapan tahun, pada tahun 2009, lahirlah Kendra Nagarya. Dan, sejak itu, segala ide bisnis yang telah lama ingin dibangun Nuning, begitu ia akrab disapa, mengalir lancar alias satu demi satu terwujud. Puncaknya, hadirnya OmahKenKen pada 7 Oktober 2012.

OmahKenKen yang terletak di kawasan Munjul, Cipayung, Jakarta Timur, adalah sebuah rumah kreativitas, tempat anak-anak bermain sambil belajar. Jadi, di sini ada tempat untuk bermain, perpustakaan kecil, dan nantinya sebuah kantin kecil yang menyediakan makanan organik. Tapi, untuk produk-produknya yang berupa Celengan Ken, Kotak Serbaguna Ken, dan sebagainya sudah ada sejak akhir tahun 2010.

“Kendra minum ASI (Air Susu Ibu) sampai berumur 14 bulan. Sekitar Oktober 2010, ia sudah menolak ASI. Lalu, kami ganti dengan Susu Pasteurisasi. Ketika ia mulai minum susu itu, aku melihat kotak susu itu bagus, dalam arti, keras, diinjak sekali pun akan kembali ke bentuknya semula. Lantas, aku mencucinya luar dan dalam hanya untuk mengetahui apakah hancur atau tidak, ternyata tidak. Usai dikeringkan, aku tertarik dengan bentuknya yang lucu. Kemudian, aku bungkus dengan kertas koran, tapi kok buntet. Akhirnya, aku lubangi dan…jadilah celengan,” kisah Nuning.

Dalam sehari, Kendra bisa menghabiskan 1,5 lt susu. Sehingga, dalam sebulan, menyisakan sekitar 40 kotak susu. “Pada awalnya, aku masih bisa mengerjakan sendiri, sepulang dari kantor. Lama-lama, merasa tidak sanggup dan akhirnya aku mencari orang untuk membantu membuatkan. Nantinya, hasil penjualannya bagi hasil. Dan, aku menemukan warga di sekitar tempat tinggalku, yang kebetulan pengrajin janur,” tuturnya.

Selanjutnya, sembari yang bersangkutan membuat, Nuning memasukkan produk tersebut ke website miliknya (sebelum menghasilkan produk sendiri, Nuning sering mengikuti berbagai training internet marketing, untuk mengetahui, misalnya, bagaimana caranya menjualkan produk orang lain melalui blog/website miliknya, red.). Selain itu, ia juga sounding ke teman-temannya.

“Akhirnya, mereka memesan baik untuk suvenir ulang tahun, sekadar hadiah untuk keponakan, suvenir lebaran, dan lain-lain. Hal ini, memicuku menjadikannya bisnis yang serius,” kata kelahiran Surakarta, 29 November 1977.

Memang, pada awalnya, Nuning membuat Celengan Ken untuk buah hatinya. Untuk mendidik Kendra agar gemar menabung dari kecil.

Namun, dalam perkembangannya, ia berpikir mengapa tidak mengembangkannya menjadi usaha, Kalau selama ini ia bisa menjualkan produk orang lain, mengapa ia tidak menjual produk sendiri. Berikutnya, ia mengganti bungkusnya dari kertas koran menjadi kertas kado, dari yang harganya murah sampai yang mahal.

Pada mulanya, Celengan Ken dibanderol dengan harga Rp10 ribu–Rp50 ribu, tergantung dari bentuk dan material yang digunakan. Jika memesan minimal 50 kotak akan mendapat diskon 30%. Sementara untuk pesanan khusus (sesuai dengan keinginan pemesan, red.), akan mendapat charge 5%–10%.

Dengan kata lain, di samping bisa membeli eceran dengan datang ke OmahKenKen, mereka yang berminat juga dapat memesan tanpa minimal order, hanya dibebani ongkos kirim. Untuk memesan bisa melalui twitter, google, facebook, atau website-nya.

“Dalam sebulan, kami terus berproduksi dengan kapasitas 200–250 celengan di mana 150–200 di antaranya langsung diserap pasar. Sedangkan sisanya, diikutkan dalam berbagai bazar/pameran yang sering kuikuti, yang dalam satu hari pameran saja bisa menyerap 10–20 celengan,” ucap perempuan, yang dari kecil sudah suka berkreativitas ini.

Bila berbicara tentang prospeknya, menurut sarjana public relations dari Universitas Mercu Buana ini, so far bagus. Kalau mau menekuninya, selalu ada jalan. Apalagi, secara bahan baku tidak ada masalah.

“Aku memperolehnya baik dari yang aku beli dengan harga sekitar Rp1.000,- untuk kotak besar dan Rp500,- untuk kotak kecil maupun dari yang memberiku gratis. Yang jelas, bahan bakunya dari sampah bersih di rumah,” pungkas Nuning, yang nantinya akan mengembangkan produknya dengan menggunakan limbah botol air mineral.

 

Check Also

Sukses Membangun Kerajaan Bisnis dengan Telaten Merangkai Jaringan

Onny Hendro Adhiaksono (PT Trimatra Group) Dalam bisnis, selain modal, jaringan dan skill mempunyai peran …