Home / Liputan Utama / Limbah Billboard Dijadikan Produk yang Juga Diminati Masyarakat Mancanegara

Limbah Billboard Dijadikan Produk yang Juga Diminati Masyarakat Mancanegara

Dyrt Design

 

Usaha berbahan baku limbah sudah sangat jamak. Tapi, tidak untuk yang menggunakan limbah billboard. Dan, Dyrt Design pun menjadi perintisnya. Imbasnya, produk mereka merambah mancanegara

 

[su_pullquote]Produk-produk Dyrt Design sudah diekspor ke Belanda, Hong Kong, Inggris, dan Australia[/su_pullquote]

 e-preneur.co. Ketika sedang dalam perjalanan, layangkan sejenak pandangan Anda ke kanan atau kiri jalan yang Anda lalui. Di sana, Anda akan menjumpai puluhan atau bahkan ratusan billboard, di samping media-media promosi lain.

Pernahkah Anda berpikir, akan dikemanakan ya billboard-billboard itu jika masa “tayangnya” sudah berakhir? Apakah hanya akan menjadi timbunan sampah, yang dari waktu ke waktu semakin bertambah banyak dan menyumbang semakin cepatnya kerusakan lingkungan?

Hal itu, juga terlintas dalam benak Beike Van Den Broek dan Karen Isdaryono. Hingga, akhirnya, mereka mendirikan Dyrt Design pada Juli 2008. Tapi, karena pada Desember masih harus mengadakan perjanjian kontrak dengan berbagai pihak, maka usaha tersebut baru beroperasi pada Januari 2009.

“Saya sangat menghargai mereka yang berbisnis dengan menggunakan bahan baku limbah. Tapi, di Indonesia, baru kami yang menggunakan bahan baku limbah (vynil) billboard dan hal ini sangat unik,” kata Beike Van Den Broek, Business Development Director Dyrt Design.

Keunikan bisnis ini bukan hanya pada bahan bakunya, melainkan juga cara untuk memperoleh limbah billboard itu. Sebab, mereka tidak mendapatkannya dari pemulung, melainkan harus menjalin kerja sama, bahkan semacam perjanjian bisnis, dengan beberapa perusahaan besar di bidang periklanan, perbankan, dan lain-lain, seperti Rainbow Outdoor Advertising, Nindotama Kharisma, Citibank, HSBC, dan sebagainya.

“Mereka menyumbangkan bekas billboard mereka dalam kurun waktu 1 bulan−3 bulan sekali dan dalam jumlah yang sangat banyak. Selain itu, mereka juga memastikan persediaan kami selalu ada. Di luar yang bersifat gratis, kami juga membeli dari beberapa perusahaan,” ucap perempuan cantik ini.

Limbah billboard yang mereka terima, ukurannya sangat besar yaitu sekitar 6 m−18 m. Pada billboard itu selalu tercantum merek/brand perusahaan, yang harus mereka buang dan memastikan tidak ada yang terlewati. Karena, keberadaan brand perusahaan tersebut dalam produk mereka akan dianggap melanggar hak cipta/hak paten.

Kemudian, limbah billboard itu dipotong-potong menjadi beberapa bagian dengan ukuran 2 m−3 m. Lalu, dicuci bersih dengan menggunakan deterjen dan dikeringkan di bawah sinar matahari langsung.

Setelah kering, digulung dan diberi label/tanda, misalnya warna biru tulisan putih dan ada gambar wajah. Lantas, mereka membuat pola sesuai dengan produk yang mereka inginkan. Terakhir, mereka membawanya ke home industry mereka yang terletak di Bogor.

“Kami menggunakan home industry di sana, sekaligus untuk membantu berbagai home industry lain yang ada di Bogor. Sebab, kami pikir, di Indonesia terdapat banyak orang yang memiliki keahlian membuat berbagai produk seperti yang kami inginkan dan hasilnya juga sangat mengagumkan,” jelas kelahiran Oosterhout, Belanda, ini.

Sebagai timbal baliknya, mereka memberi kredit mikro kepada 8−40 karyawan outsource tersebut. Sehingga, mereka memiliki modal untuk membeli bahan bakunya, bila nantinya ingin berproduksi sendiri.

Selanjutnya, limbah billboard itu “diolah” menjadi berbagai produk yang trendi dan fashionable, seperti aneka macam tas, peralatan rumah tangga, dompet, clutch, map, folder, notebook, dan lain-lain. Masing-masing produk menggunakan minimal 70% limbah billboard.

“Pada awalnya, untuk produk yang paling mudah dibuat, setiap bulan kami mampu memproduksi sekitar 5.000 buah. Sementara, untuk yang paling sulit kurang lebih 2.000 buah,” kata mantan Account Manager LCM Oilfield Service, Libya, ini.

Dyrt Design membagi hasil produksinya menjadi 60% untuk memenuhi pesanan dan 40% untuk pembelian langsung. Di samping itu, juga membagi produksinya menjadi 20% untuk ekspor, 30% untuk memenuhi pesanan atau pembelian beberapa perusahaan di Indonesia, dan 50% untuk orang-orang yang membeli melalui toko mereka.

Untuk konsumennya, Dyrt Design menyasar pada semua strata baik dari kalangan murid, ekspatriat, sampai dengan kaum eksekutif muda Indonesia. “Pokoknya, siapa pun yang peduli lingkungan atau sekadar ingin melihat-lihat berbagai produk unik karya kami ini. Di sisi lain, bagi kami, hal ini merupakan tantangan untuk meyakinkan setiap orang bahwa tas-tas kami, misalnya, sama fashionable-nya dengan tas-tas lain yang bertebaran di berbagai department store atau bahkan di butik-butik papan atas,” ujarnya.

Sementara, konsumen dari kalangan korporasi, seperti Citibank, HSBC, dan perusahaan-perusahaan besar lain, bukan hanya mendonasikan bekas billboard mereka, melainkan juga memesan produk Dyrt Design untuk dibagikan kepada klien-klien mereka. “Kami juga mengeskpor produk-produk kami ke Belanda, Hong Kong, Inggris, Australia, dan Jepang. Di samping itu, kami juga menerima pesanan dari beberapa negara di Eropa dan beberapa perusahaan besar di Indonesia,” pungkasnya.

Check Also

Sukses Membangun Kerajaan Bisnis dengan Telaten Merangkai Jaringan

Onny Hendro Adhiaksono (PT Trimatra Group) Dalam bisnis, selain modal, jaringan dan skill mempunyai peran …