Pizza Rakyat
Bagi masyarakat menengah ke bawah, pizza hanya mereka ketahui sebagai salah satu jenis makanan asing, yang mempunyai penampilan “aneh” dan harga yang sungguh tidak masuk di akal untuk isi kantong mereka. Tapi, itu dulu atau tepatnya sebelum Budi Kusworo menurunkan “kastanya” dengan mengeluarkan Pizza Rakyat, berikut kemitraannya yang unik
[su_pullquote]Balik modal diperkirakan akan tercapai dalam tempo 5−6 bulan[/su_pullquote]
e-preneur.co. Dulu, makanan-makanan ringan dari Barat hanya dapat dijumpai di berbagai restoran cepat saji, yang notabene menyasar pada masyarakat menengah ke atas. Kini, kudapan seperti fried chicken, burger, dan lain-lain itu sudah dapat ditemui di pinggir-pinggir jalan, dalam bentuk gerobak kakilima. Tapi, bagaimana dengan pizza?
Ya, camilan dari Italia ini selama jangka waktu yang relatif lama memang belum dapat dijumpai di kakilima. Dari situlah, terbetik ide dalam benak Budi Kusworo untuk menjual pizza versi kakilima, agar semua orang, terutama dari kalangan menengah ke bawah juga dapat merasakannya. Apalagi, adonan pizza lebih gampang dibuat ketimbang makanan-makanan asing lainnya.
Namun, ternyata, membuat pizza tidak semudah yang dibayangkan Budi. Untuk itu, pria yang tidak memiliki latar belakang kuliner itu harus melakukan riset hingga dua bulan.
Akhirnya, ia berhasil menemukan rasa pizza yang cocok dengan lidah orang Indonesia. “Karena itulah, tagline-nya: Pizza Rakyat Cocok dengan Lidah Orang Indonesia,” ujar Budi, yang menamai hasil karyanya ini, Pizza Rakyat.
Pizza Rakyat, ia melanjutkan, juga murah meriah dan terjangkau oleh seluruh masyarakat. “Kalau saya boleh mengklaim, Pizza Rakyat adalah pizza yang paling murah,” ucap Budi, yang menawarkan pizza dengan lima jenis topping yaitu sosis, sayur, sosis sayur, daging, dan kombinasi dalam loyang berdiameter 20 cm, yang dapat dipotong menjadi delapan slices.
Imbasnya, saat usaha ini dibangun (Agustus 2009) yang kebetulan bertepatan dengan bulan puasa, mampu menjual 60−100 loyang/hari. Kendati, hal itu kemungkinan berkaitan dengan puasa.
“Tapi, rata-rata per hari, kami mampu menjual 30−50 loyang. Sementara untuk mitra, saya menargetkan 25 loyang/hari saja agar mereka bisa balik modal dalam tempo 5−6 bulan,” tutur Budi, yang membangun Pizza Rakyat dengan modal awal Rp3 juta.
Ya, Pizza Rakyat memang sudah dimitrakan pada tahun 2010. “Pada satu sisi, saya melihat bagus juga jika usaha ini dimitrakan. Karena, harga jualnya terjangkau. Di sisi lain, saya ingin setiap orang memiliki usaha (baca: bisnis, red.). Walau, dalam kapasitas kecil-kecilan,” kata Budi, yang hanya dalam tempo setahun berhasil membukukan 97 cabang (lima di antaranya milik pribadi, red.) Pizza Rakyat, yang tersebar hampir di seluruh Tanah Air. Bahkan, kini, jumlah mitranya sudah mencapai lebih dari 200.
Berkaitan dengan kemitraan tersebut, sarjana psikologi dari Universitas Islam Negeri Jakarta, ini menawarkan tiga tipe kemitraan yang bersandar pada tipe booth-nya. Dalam arti, bahan yang digunakan untuk membuat booth dan desain dari booth itu sendiri.
Kemitraan yang dimaksud yaitu aluminium 9; multipleks 9,5; dan multipleks 10,5. Dalam perkembangannya, kemitraan tersebut berganti menjadi paket reguler dengan investasi sebesar Rp12 juta, paket favorit (Rp14 juta), dan paket super (Rp17 juta). Kemitraan ini tidak membebani franchise fee, royalty fee, dan advertising fee. Yang ada, hanyalah supporting fee yang dibayarkan per bulan.
Keuntungan lainnya, ikatan kemitraannya bersifat fleksibel. Selain itu, harga produknya murah di mana hal ini disesuaikan dengan kondisi harga bahan baku di mana mitra berada. Mitra juga diperbolehkan membeli bahan baku sendiri dengan kriteria yang telah ditetapkan. Tapi, untuk bumbu racik, kardus, dan oregano-nya dipasok oleh Pizza Rakyat.
“Pada awal operasi, Pizza Rakyat akan memasok bumbu racik dan kardus. Selanjutnya, mitra harus membeli bumbu racik dan kardusnya,” jelas kelahiran Jakarta, 14 November 1982 ini.
Keuntungan berikutnya, Pizza Rakyat bukan hanya melatih pegawai dari si mitra, melainkan juga si mitra. Hal ini, dilakukan dengan maksud agar jika nantinya pegawai lama keluar dan mitra menerima pegawai baru (kemitraan ini hanya membutuhkan satu pegawai, red.), maka si mitra bisa mengajarinya cara membuat pizza.
“Selain itu, saya juga mengajari mitra tentang pembukuan. Dengan demikian, mitra akan mengetahui berapa pemasukan dan pengeluarannya hari itu, bukan cuma berdasarkan berapa loyang pizza yang telah terjual,” ungkap Budi, yang membangun usahanya di kawasan Cipulir, Jakarta Selatan.
Namun bila berbicara tentang prospeknya, menurut Budi, sebagai produk fashion, makanan-makanan semacam fried chicken, burger, pizza, dan lain-lain pada satu masa akan mengalami booming, anjlog, stagnant, dan pada akhirnya berada pada masa stabil.
“Untuk menjaganya tetap stabil, salah satunya yaitu mengeluarkan pizza dengan ukuran yang lebih kecil (loyang berdiameter 12 cm, red.). Sehingga, anak-anak bisa lebih menikmati,” pungkas Budi, yang memayungi usahanya dalam bentuk perusahaan dengan nama CV Daya Optimasi Mandiri.