Home / Liputan Utama / Harus Fokus dan Full Time

Harus Fokus dan Full Time

Mohamad Dadi Nurdiansah

(Madu Cipon)

 

Dikatakan bahwa berbisnis itu never ending process. Ketika satu masalah dalam bisnis dirasa sudah terpecahkan, ternyata printilan-printilannya masih ada, yang disusul oleh masalah-masalah berikutnya. Hal ini pula, yang sedang dialami Dadi dengan bisnis toko madunya yang dinamai Madu Cipon

 

[su_pullquote]Harus dijalani dengan perasaan senang. Kalau tidak, nanti akan kehabisan energi di tengah jalan[/su_pullquote]

e-preneur.co. Banyak orang berpendapat bahwa bisnis berbasis online merupakan bisnis yang menjanjikan. Tapi, menurut Mohamad Dadi Nurdiansah, hal itu benar sepanjang kita mengetahui caranya. Mengingat, ada prosedur-prosedur yang harus dilakukan. Salah satunya, harus fokus.

Hal itu dikatakan Dadi, begitu ia biasa disapa, berlandaskan pengalaman pribadinya. Karena masih bekerja, ia merasa belum bisa menjalankan bisnis toko online-nya yang bertajuk Madu Cipon (www.maducipon.com), secara maksimal.

Ketika awal tahun 2014 ia resign, ia memutuskan fokus di bisnis yang telah ia buka sejak awal Januari 2013 itu. Dan, ia merasakan perlunya kehadiran toko offline-nya.

“Biasanya, orang-orang yang mau mengambil madu akan datang ke tempat usaha kami. Itu artinya, mereka datang ke rumah kami. Tapi, kami merasa rumah kami tidak representatif. Karena itu, kami membutuhkan tempat lain untuk mewakili tempat usaha kami,” tutur Dadi. Lalu, pada Mei 2014, dibukalah toko offline Madu Cipon di Metropolis Town Square, Tangerang.

Dalam perkembangannya, ternyata, kehadiran toko berukuran 5 m x 3,5 m tersebut sekaligus untuk mengatasi sulitnya mencari madu. Seperti, yang dulu pernah dialami Dadi dan sang istri.

“Dulu, kami pernah membeli madu dari pedagang keliling. Kami membelinya dengan botol besar. Waktu madunya habis, kami kesulitan mencari pedagang tersebut. Akhirnya, kami mencari madu ke mana-mana dan menemukannya di toko herbal. Selama ini, toko herbal identik dengan hal-hal yang berkonotasi Islam. Dari situ, kami berkeinginan membangun sebuah toko yang hanya menjual madu dan bersifat universal, tanpa embel-embel agama,” lanjutnya.

Dengan demikian, ia menambahkan, penekanannya ada pada trading business atau konsep penjualannya, bukan madu yang dijual. Mengingat, selama ini belum pernah ada toko yang khusus menjual madu. Apalagi, dari berbagai macam merek. Sehingga, boleh dikata, Madu Cipon merupakan konsep baru dalam penjualan madu.

Meski begitu, Madu Cipon mensyaratkan madu yang dijual harus ada izin produksinya. Dengan demikian, kualitasnya lebih terjamin. Selain itu, juga sudah dikemas dengan baik oleh produsennya.

Sebenarnya, Madu Cipon bukanlah bisnis pertama yang dijalankan Dadi dan sang istri, melainkan bisnis yang keenam di mana masing-masing bisnis tersebut tidak berhubungan satu sama lain. Artinya, semua bisnis yang mereka jalankan merupakan bisnis-bisnis yang harus dimulai dari awal lagi.

“Menurut saya, membangun bisnis itu pertama, harus dikerjakan dari awal. Kedua, bisnis itu harus dijalankan dengan perasaan senang. Karena, kalau tidak senang, nanti akan kehabisan energi di tengah jalan. Dan, itulah yang pernah terjadi dalam bisnis-bisnis yang pernah saya jalani. Dalam arti, saya senang menjalaninya, tapi akhirnya keteteran. Atau, kita melihat bisnis ini potensinya besar, tapi kita tidak mempunyai kemampuan untuk mengerjakannya. Sebab, membutuhkan sumber daya manusia (SDM) yang besar, harus full time, fokus, dan sebagainya. Sementara, saya tidak bisa melakukannya. Lantaran, masih bekerja,” jelasnya.

Akhirnya, ia melanjutkan, bisnis-bisnis itu dilepaskan satu demi satu dan beralih ke bisnis yang bisa dikerjakan sambil bekerja alias bisnis dengan sistem online. “Tapi, ternyata, tetap tidak bisa fokus selama saya masih bekerja. Lantas, saya serahkan pengelolaan bisnis ini ke istri saya. Namun, tetap tidak bisa dijalankan. Karena, istri saya harus mengerjakannya sambil mengurus rumah tangga. Sehingga, kondisi bisnis itu pun mati suri,” tambah sarjana hukum dari Universitas Diponegoro, Semarang, ini.

Selanjutnya, seperti telah diungkapkan di atas, ia memutuskan resign dan fokus di bisnisnya saat ini, Toko Madu Cipon. Tapi, tetap saja belum bisa berjalan lancar. Kali ini, kelahiran Jakarta, 6 November 1979 ini terbentur pada pertama, marketing campaign.

Kedua, masalah stok. “Kami mengambil produk madu ini dari pihak lain. Ketika Madu Langsing, misalnya, habis, kami harus mengecek ke supplier-nya. Ternyata, lama baru bisa kami terima. Sehingga, ketika konsumen mencarinya, madu itu belum ada di toko,” ungkapnya.

Ketiga, masalah SDM. Sebagai usaha berbasis offline, seharusnya ada yang selalu standby di toko. “Tapi, kadangkala saya ada kegiatan lain. Sehingga, ketika saya sedang tidak bisa jaga toko dan istri juga tidak bisa, toko terpaksa tutup,” lanjutnya.

Namun, malah-masalah yang dihadapi kali ini tidak akan membuat mereka mundur lagi. Mereka hanya menganggapnya sebagai risiko usaha. “Untuk itu, sebagai start up, kami harus banyak menjual. Kalau hal ini sudah kami lakukan tapi result atau feedback-nya tidak terlalu bagus, baru kami akan ganti haluan atau strategi. Kami juga harus melakukan riset pasar untuk mengetahui apakah orang-orang itu sebenarnya membutuhkan madu atau tidak,” tegasnya.

Sekadar informasi, Madu Cipon menjual delapan jenis madu baik yang berupa madu hutan (madu yang dihasilkan oleh lebah liar, red.) maupun madu dari lebah yang diternakkan. Madu-madu tersebut, dijual mulai dari kemasan yang kecil sekali (40 gr) yang ditujukan untuk bayi hingga yang berukuran 450 gr. Sementara dari sisi harga, dimulai dari harga Rp10 ribu.

Saat ini, Madu Cipon yang menjadikan para pria paruh baya sebagai target market-nya, telah menjalin kerja sama dengan lima pemasok dari Jakarta, Solo, dan Tangerang untuk berbagai macam merek. “Ke depannya, kami akan menggenjot di masalah marketing,” pungkasnya.

 

Catatan Mohamad Dadi Nurdiansah (Madu Cipon)
  1. Berjualanlah produk yang disukai

Seorang teman yang suka memancing disarankan untuk membuat toko peralatan memancing. Karena, menjalankannya juga tidak akan sulit, malah senang. Tapi, tidak semua orang ingin menjadi wirausahawan. Seperti teman itu, yang justru mengatakan kalau yang menjual peralatan memancing sudah banyak. Kalau dikaitkan dengan hal itu, yang menjual madu juga sudah banyak. Namun, mengapa tidak mencoba dulu?

  1. Ada niat dan ada action

Tapi, ingat bahwa di antara niat dengan action terdapat kompetensi/kemampuan

 

Check Also

Sukses Membangun Kerajaan Bisnis dengan Telaten Merangkai Jaringan

Onny Hendro Adhiaksono (PT Trimatra Group) Dalam bisnis, selain modal, jaringan dan skill mempunyai peran …