Home / Waralaba / Balik Modal Kurang dari Satu Tahun

Balik Modal Kurang dari Satu Tahun

Sekolah Catur Utut Adianto

 

Anda hobi bermaina catur, tapi juga ingin hobi ini memberi Anda pemasukan? Grand Master Utut Adianto memberikan solusinya. Ia menawarkan waralaba sekolah catur berlabel dirinya sendiri. Di tengah langkanya sekolah catur resmi di Indonesia, peluang Sekolah Catur Utut Adianto masih besar

 

[su_pullquote]Sekolah Catur Utut Adianto, secara bisnis, melenggang tanpa pesaing[/su_pullquote]

 e-preneur.co. Takut menceburkan diri menjadi pengusaha dari nol? Solusi paling lumrah yaitu membeli usaha waralaba.

Terdapat lebih dari 1.500 usaha waralaba di Indonesia. Meski didominasi waralaba bisnis kuliner, namun pertumbuhan waralaba bisnis pendidikan informal juga tidak kalah pesat. Semisal, bimbingan belajar atau lembaga-lembaga kursus bahasa asing, komputer, musik, dan sebagainya.

Ya. Kendati memperebutkan kue yang sama, pasar bisnis pendidikan informal masih terbuka lebar. Sebab, para orang tua beranggapan pendidikan tambahan di luar sekolah merupakan kebutuhan utama untuk memperkaya kemampuan anak-anak mereka.

Namun, ada satu dari sekian banyak lembaga pendidikan yang masih asing di telinga yakni sekolah catur. Dikatakan begitu, karena catur masih dianggap sebagai hobi atau bukan kebutuhan pendidikan primer. Sehingga, belajar catur tidak begitu diutamakan para orang tua, untuk pendidikan tambahan anak-anak mereka.

Tapi, kadangkala anak-anak berpikir sebaliknya. Seperti, rata-rata anak yang belajar catur di Sekolah Catur Utut Adianto (SCUA), yang melakukan hal ini atas keingin mereka sendiri. “Bermain catur adalah hobi yang menyenangkan bagi anak-anak. Tidak berbeda dengan anak yang hobi bermain tenis, misalnya,” kata Djoni Oentoro, PNP, Branch Development Manager SCUA.

Bahkan, Djoni melanjutkan, bisa lebih dari sekadar hobi. Sebab, bagi anak-anak usia sekolah, bermain catur bisa memberi beragam manfaat. “Tingkat konsentrasi anak akan semakin tinggi, nilai matematika menjadi lebih bagus, dan daya analisisnya semakin tajam,” ucapnya.

Hal ini, dibuktikan oleh beberapa siswa SCUA yang sudah mencatat prestasi tingkat dunia. Di antaranya, Farid Firmansyah (Juara Dunia Pelajar Kelompok Usia (KU) 15 dan 17 tahun 2007 dan 2009 di Yunani), Chelsie Monica Sihite (Juara Dunia Pelajar KU 13 di Singapura tahun 2008), Medina Warda Aulia (Juara Dunia Pelajar KU 11 di Singapura tahun 2008), dan Dwi AA Citra (Juara III Dunia Pelajar KU 15 di Yunani tahun 2009). Sementara untuk kompetisi catur dalam negeri, sudah tidak terhitung lagi jumlah anak didik sekolah ini yang menjuarainya.

SCUA itu sendiri adalah sekolah catur milik grand master catur Utut Adianto. Sebagai satu-satunya sekolah catur resmi di Indonesia, secara bisnis, sekolah yang berdiri pada tahun 1993 ini melenggang tanpa pesaing.

Dan, meski antara butuh atau tidak butuh, ketika cabang demi cabang SCUA dibuka, para siswa yang berminat membludak. Itu sebabnya, pada akhirnya, Utut Adianto dan partner-partnernya mewaralabakannya pada tahun 2007.

Untuk outlet-outlet milik franchisee yang akan dibuka, terdapat batas minimum lokasi. “Contoh, di Serpong, Alam Sutra, dan Bumi Serpong Damai. Di sana, hanya boleh ada satu outlet SCUA. Kalau akan membuka lagi diperbolehkan, tapi jaraknya agak jauh. Misalnya, di Bogor,” jelasnya. Di samping itu, kalau sudah memiliki lembaga kursus lain, ruangannya juga bisa digunakan untuk sekolah catur ini.

Keuntungan lain mengambil waralaba sekolah catur, yang berkiblat ke ilmu catur Rusia ini yakni investasi peralatan dan perlengkapannya relatif kecil. Contoh, dengan modal kerja yang ada bisa digunakan untuk membeli meja, kursi, jam catur, dan papan catur. Nilai itu pun masih bisa untuk belanja pendingin ruangan, biaya pemasangan billboard, berbagai perlengkapan kantor, dan sebagainya.

Sekolah catur, Djoni menambahkan, biasanya hanya membutuhkan tempat setengah lantai ruko (rumah toko) seluas 20 m² atau bisa menampung delapan murid per sesi. “Sehari, bisa mencapai empat sesi latihan. Dalam kondisi penuh, satu cabang bisa menampung 176 murid/bulan,” paparnya.

Sementara pemasukan franchisee, di samping berasal dari biaya kelas reguler, juga dengan in house training atau kerja sama dengan sekolah yang menjadi salah satu program utama SCUA. Di sisi lain, biaya pengeluaran setiap bulan—sebut saja biaya listrik, gaji, promosi, dan operasional—tidak terlalu besar. “Bila target terpenuhi, maka balik modal akan tercapai dalam tempo di bawah satu tahun,” ujarnya.

Sedangkan para tenaga pengajarnya merupakan orang-orang yang telah dipercayakan SCUA Pusat. Terutama, yang telah bersertifikasi dari Persatuan Catur Seluruh Indonesia.

Dengan kata lain, mereka bukan hanya bisa bermain catur, melainkan bisa mentransfer ilmu mereka ke para anak didik. “Kalau di luar daerah, kami akan melatih guru-gurunya,” katanya.

Kini, sekolah yang berkantor pusat di Jalan Siliwangi, Bekasi Timur, ini telah memiliki lebih dari 20 gerai franchisee dan lebih dari 1.800 murid. Meski begitu, SCUA masih menargetkan menambah satu franchisee setiap bulannya, dengan sasaran kota-kota provinsi di seluruh Indonesia.

 

Check Also

Menunya Ciamik, Tawaran Franchise-nya Menarik

SamWon House   Dalam bisnis yang mengusung konsep franchise, jika bukan keunggulan produknya yang dikedepankan, …