Pohon Tin
Gembar-gembor tentang Pohon Tin sebagai pohon penuh berkah sudah terdengar bertahun-tahun lalu. Imbasnya, harga jualnya sangat tinggi, sekali pun masih berwujud pohon bibit
[su_pullquote]Permintaan banyak + pasokan minim + pemain sedikit = prospek sangat cerah[/su_pullquote]
e-preneur.co. Bila berbicara tentang tanaman yang setiap bagian “tubuhnya” memiliki manfaat, maka yang terlintas dalam benak pastilah Pohon Kelapa. Padahal, di samping tanaman yang banyak tumbuh di tepi pantai itu, juga terdapat tanaman-tanaman lain yang juga dapat dimanfaatkan, baik batang, daun, maupun buahnya. Contoh, Pohon Tin (Latin: Ficus Carica, red.).
Dikatakan begitu, sebab pohon yang memiliki nama lain Pohon Ara ini, batangnya dapat digunakan untuk memperbanyak atau sebagai indukan. Sedangkan daun dan buahnya, dapat dimanfaatkan untuk produk-produk yang berkaitan dengan pengobatan atau sebagai obat herbal, seperti untuk membantu mencerdaskan anak, mencegah penyakit kanker, kolesterol, darah tinggi, dan sebagainya. Khusus untuk buahnya, juga dapat diolah menjadi selai, manisan, bahan baku kue, dan lain-lain.
Sementara untuk memperbanyak, pohon yang masih berkerabat dengan Pohon Beringin ini juga gampang. Sebab, pohon yang oleh orang bule disebut Fig Tree ini tahan di segala jenis tanah dan cuaca.
“Bahkan, semakin panas cuaca di wilayah ia ditanam, buah yang bermunculan akan semakin manis rasanya. Tinggal dibantu dengan penyiraman minimal dua hari sekali di musim kemarau dan pemupukan menggunakan pupuk kandang (kotoran kambing/ayam, red.). Maklum, kalau dilihat dari habitat aslinya kan tanaman ini berasal dari Timur Tengah. Berkaitan dengan itulah, saya membudidayakan Pohon Tin ini di sini,” kata Wiyono, yang membangun usaha kebun bibitnya di kawasan Bekasi Utara.
Untuk membudidayakan pohon yang keberadaannya tercantum dalam empat kitab suci ini, Wiyono melanjutkan, dapat dilakukan baik dengan biji, stek, maupun cangkok. Tapi, cara yang paling bagus yaitu dengan stek. Sebab, stek lebih gampang dilakukan dibandingkan cangkok dan lebih cepat ketimbang dengan biji. Jika dengan biji, minimal dua tahun setelah ditanam, buahnya baru bermunculan. Sementara dengan cangkok, menunggu 4−5 bulan.
Pohon Tin untuk pertama kalinya berbuah pada umur 4−5 bulan, dengan ketinggian 0,5 m. Banyak sedikitnya jumlah Buah Tin dalam satu pohon sangat ditentukan oleh jenis pohon (diperkirakan Pohon Tin memiliki 72 jenis/varietas, red.) dan ketinggiannya. Dalam arti, semakin tinggi si pohon (dan semakin banyak batangnya) semakin banyak pula buahnya.
Sekadar informasi, Pohon Tin mampu bertahan hidup hingga berumur 50−100 tahun dengan ketinggian 6−9 m atau 10 m. Tapi, rata-rata dalam satu pohon dengan ketinggian 1 m dapat dipanen minimal sebanyak 30−50 buah.
“Dari bakal buah hingga matang dibutuhkan waktu 72 hari. Dengan demikian, rata-rata dalam setahun dapat dipanen 3−4 kali. Untuk Indonesia, pemanenan dapat dilakukan sampai lima kali. Sebaliknya di Eropa dan Timur Tengah, cuma dua kali. Jadi, sebagai sebuah bisnis, pohon ini sangat potensial,” ujar pemilik Sentra Tin ini.
Bukan hanya itu, pohon yang sudah hadir di muka bumi sejak ribuan tahun lampau ini juga sangat prospektif. Terbukti, sampai sekarang permintaan masih terus mengalir dan dalam jumlah yang luar biasa banyaknya, serta dengan harga yang menakjubkan.
“Di Eropa, empat Buah Tin jenis Brown Turkey dihargai AS$50 atau Rp125 ribu per buahnya (AS$1 = Rp10 ribu, red.). Sedangkan di Indonesia, harga (petani) per kilogramnya Rp200 ribu (1 kg = 10−30 buah, tergantung varietasnya),” ungkap Wiyono, yang memiliki 16 varietas Pohon Tin.
Sementara untuk pohon bibitnya yang berumur 4−6 bulan dan dengan ketinggian 40−50 cm atau dalam kondisi sudah berbuah untuk pertama kalinya, dijual dengan harga Rp50 ribu−Rp100 ribu (varietas Green Jordan), Rp200 ribu−Rp500 ribu (varietas Red Palestine), dan Rp750 ribu (varietas Dauphine, Madeline, Panachee, dan Sultane). Daunnya pun dapat dijual dengan harga Rp25 ribu/kg, yang nantinya digunakan untuk pengobatan diabetes atau diolah menjadi teh kesehatan.
Melihat kondisi ini, tidak mengherankan jika Wiyono yang memulai usaha kebun bibit Pohon Tin sejak tahun 2007, mengatakan bahwa prospek usaha di bidang ini sangat cerah. Untuk itu, selain di halaman rumahnya yang dipakai sebagai outlet untuk men-display pohon contohnya, ia juga membuka kebun seluas 630 m² yang ditanami 200 Pohon Tin, di samping kebun seluas 160 m² di Bintara dan 1.000 m² di Kebumen yang ditanami 400 pohon.
“Saya menanam Pohon Tin ini, juga untuk memenuhi permintaan akan pohon bibitnya yang di Indonesia sampai sekarang belum banyak yang menjualnya. Terhitung baru 11 orang yang ‘bermain’ di usaha ini. Dengan demikian, belum ada 2% keberadaannya di Indonesia,” kata Wiyono, yang pernah memenuhi permintaan dari Lampung, Plaju (Palembang), Balikpapan, dan Samarinda.
Berkaitan dengan itu, setiap bulan, ia harus pontang-panting memenuhi permintaan pasar sebanyak 100−300 pohon bibit. Sehingga, ia pernah belum dapat memenuhi permintaan sebanyak 400 pohon atau bahkan 24 ribu pohon dari Aceh. Meski, “antarpemain” dalam usaha ini sudah saling mensubsidi.
“Sebenarnya, permintaan cenderung pada buah dan daunnya. Tapi, kalau tidak ada pohonnya, tidak ada pula buah dan daunnya, bukan?” pungkas Wiyono, yang setiap bulan meraup omset bersih jutaan rupiah.
Catatan
- Pohon tin dapat dibudidayakan, baik di dalam pot maupun lansung ditanam dalam tanah. Tapi, disarankan agar ditanam langsung dalam tanah agar cepat tumbuh.
- Dapat dikerjakan sendiri.
- Pada permulaan usaha, sebaiknya menjual pohon anakannya saja di mana dari satu pohon indukan dapat dihasilkan 3−4 pohon anakan dengan cara mencangkok. Pencangkokan dapat dilakukan berkali-kali selama pohon indukan masih mengeluarkan cabang.
- Dalam tempo 3−4 bulan, usaha ini sudah balik modal.
- Dalam perkembangannya, yang bersangkutan juga dapat menjual daun dan buahnya.