dressed Laundry
Bisnis laundry, dari waktu ke waktu, terus tumbuh bak cendawan di musim hujan. Kendati tidak terjadi saling sikut, tapi agar tidak cuma jalan di tempat, perlu adanya inovasi. Itulah yang dilakukan dressed Laundryyang keluar dari kerumunan untuk naik kelas,salah satunya dengan membuka gerai-gerai yang eksklusif melalui sistem waralaba
[su_pullquote align=”right”]One stop service[/su_pullquote]
e-preneur.co. Dulu, mereka yang bermain di bisnis laundry (satuan) masih bisa dihitung dengan jari. Beberapa waktu lalu, jumlah mereka semakin lama semakin banyak. Meski, dengan target berbeda yaitu kiloan.
Saat ini, jumlah mereka sudah tidak terhitung. Tapi, kondisi itu tetap tidak menghalangi niat mereka, yang ingin menerjuni bisnis pencucian pakaian kotor ini. Apa pasal?
Menurut Dedi Setiadi, hal itu disebabkan bisnis laundry merupakan bisnis jasa yang dibutuhkan semua orang. Di samping itu, dalam bisnis ini terdapat keseimbangan antara tenaga manusia dan kecanggihan teknologi.
Bertolak dari pemikiran itu, ketika bisnisnya yang bergerak dalam bidang energi (batubara) di bawah bendera PT Pro Teknologi terkena badai krisis, Dedi pun melirik bisnis lain dengan kriteria berjangka panjang bagus, relatif tahan banting, selalu dibutuhkan, dan adanya keseimbangan antara tenaga sumber daya manusia dengan teknologi. “Akhirnya, pilihan kami pun jatuh pada bisnis laundry,” kisah Dedi.
Diakuinya, ketika masuk ke dalam bisnis ini tahun 2006 dengan nama dressed Laundry, kondisinya sudah penuh sesak. Tapi, ia melihat masih ada peluang dan eforia di bisnis ini.
Kendati begitu, ia tidak mau cuma duduk manis. Ia terus belajar tentang teknologinya mulai dari mesin-mesin laundry buatan Amerika, Jerman, sampai Korea, dan lalu mengembangkannya. “Dari situ, kami menarik kesimpulan bahwa hampir semua laundry yang ada mempunyai nature dan culture yang sama. Setidaknya, dari logo yang digunakan,” ujar Business Development Director dressed Laundry ini.
Kemudian, ia menambahkan, dressed Laundry pun mencoba tampil beda. Karena, melihat bisnis ini juga prospektif dan masyarakat menyambutnya dengan baik.
“Pada awalnya, kami bermain di kelas yang sama. Selanjutnya, kami keluar dari kerumunan untuk naik kelas. Dalam arti, tidak mengejar kuantitas tapi kualitas. Salah satunya, dengan membuka gerai-gerai yang eksklusif melalui sistem waralaba,” ucap sarjana akuntansi dari sebuah Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi di Bandung ini.
Ketika naik kelas itu, dressed Laundry bertemu dengan beberapa laundry eksklusif yang sudah lama ada dan mempunyai nama. “Tapi, kami tetap yakin berbeda dengan mereka,” kata Dedi, yang membangun bisnis ini dengan modal Rp35 juta.
Ya, seperti kita ketahui bahwa laundry satuan tidak pernah menerima kiloan. Sebaliknya, laundry kiloan kebanyakan menerima satuan. Sementara dressed Laundry, sekali pun laundry satuan tidak menolak kiloan. Di samping itu, juga terdapat servis wet clean dan dry clean. “Kami one stop service,” imbuhnya.
Perbedaan atau kalau boleh dibilang keunggulan lain dressed Laundry yakni pertama, dibandingkan dengan laundry kiloan, tampilan gerai dressed Laundry eksklusif, moderen, dan stylish. Sehingga, konsumen merasa nyaman, bangga, dan dihargai.
Kedua, teknologi pencucian yang digunakan. Sebab, teknologi sangat berpengaruh pada kualitas cucian. Apalagi, dressed Laundry menyasar pada high end. Contoh, jika pada laundry umumnya sistem ironing masih sangat dominan, maka di dressed Laundry yang dominan sistem blowing dan pressing.
Ketiga, dalam sistem washingdry clean digunakan mesin cuci close circuit (buatan Jerman). Keempat, dari sisi tarif, dressed Laundry 30% lebih murah ketimbang laundry-laundry besar dan sudah mempunyai nama.
Sekadar informasi, mesin cuci dalam dry clean dibagi menjadi open circuit dan close circuit. Open circuit lebih murah harganya dan bahan kimia yang digunakan untuk “mencuci” harus ditambahkan setiap 2−3 minggu sekali.
Sedangkan dalam close circuit, bahan kimia yang digunakan untuk “mencuci” setelah digunakan akan melalui proses penyaringan dan penyulingan. Sehingga, bersih dan dapat digunakan lagi. Untuk menambahinya, cukup dilakukan sekitar setahun sekali. Teknologi close circuit merupakan teknologi yang baru berkembang akhir-akhir ini.
Sementara tentang waralaba, ditawarkan pada tahun 2009. Investasi yang ditawarkan terbagi dalam empat paket waralaba. Paket pertama yaitu wet clean di mana di sini terdapat proses washing, drying, sampai dengan finishing dengan menggunakan mesin-mesin blowing. Paket kedua yakni premium wet clean. Dalam paket ini daya tampung pakaian lebih banyak dan bukan hanya menggunakan mesin blowing, melainkan juga pressing.
Paket ketiga yaitu premium wet clean dry clean. Dalam paket ini, mulai digunakan mesin close circuit. Paket keempat yakni platinum laundry. “Dalam paket ini, proses pengerjaannya bersifat semi robotic. Sehingga, hemat tenaga kerja. Di sini, hanya dengan dua tenaga kerja sudah dapat menyelesaikan 500−600 baju/hari,” ujar kelahiran Garut, 9 Desember 1964 ini.
Di samping investasi, dressed Laundry juga membebankan royalty fee sebesar 5% dari omset kotor per bulan, yang mulai diambil pada bulan keempat gerai franchisee beroperasi.Sementara Break Even Point (BEP) akan tercapai dalam tempo 8−18 bulan, dengan target 150−900 baju per hari sesuai dengan paket masing-masing.
“Tapi, kami juga harus memikirkan apakah franchisee mampu mencapai target itu atau tidak. Karena, hubungan bisnis ini bersifat kemitraaan, jadi harus sama-sama untung,” katanya.
Untuk itu, sebelumnya, dressed Laundry melihat tren sales franchisee setiap bulan. Jika trennya terus naik, franchisor mengizinkan franchisee membuka outlet pendukung yang tugasnya hanya menerima pakaian. Tapi, jumlah gerai pendukung ini dibatasi hanya 2−3 outlet saja.
“Contoh kasus, misalnya satu gerai ditargetkan 500 baju/hari. Kondisi ini, terbilang berat kalau diterapkan di Jakarta. Sebab, di kota ini rata-rata hanya dapat dibukukan 150−300 baju setiap harinya. Untuk itu, franchisee diizinkan membuka gerai pendukung. Sehingga, target dan BEP pun tercapai,” pungkas Dedi, yang telah membukukan puluhanfranchisee.