Self Awareness Network
Ketika menderita suatu penyakit yang mematikan, kebanyakan orang memilih memperpanjang hidup mereka dengan bolak-balik ke dokter. Padahal, sebenarnya, mereka dapat mengobati diri mereka sendiri setelah menemukan penyebabnya. Dan, Susan melalui Self Awareness Network-nya membantu mereka mencari akar masalah penyakit mereka, berikut memberi metode yang dapat mereka jalankan sendiri di rumah
[su_pullquote align=”right”]Dengan program self healing ini, kualitas hidup mereka bisa menjadi lebih baik, semangat hidup pun muncul lagi[/su_pullquote]
e-preneur.co. Banyak orang berpikir bahwa penyakit-penyakit mematikan seperti diabetes, jantung, stroke, kanker, dan lain-lain, menghinggapi kita karena gaya hidup yang salah, pola makan yang tidak teratur, kurang berolahraga, minum minuman beralkohol, merokok, stres, dan sebagainya. Tapi, fakta bisa berkata lain.
Ada orang-orang yang merokok tiada henti atau doyan minum minuman beralkohol, justru bertahan hidup hingga sepuh dan lalu meninggal lantaran usia tua. Sebaliknya, ada orang-orang yang rutin berolahraga, menjaga pola makan, bergaya hidup sehat, tidak merokok atau minum minuman keras malah terkena diabetes atau serangan jantung/stroke, yang pada akhirnya menjadikan mereka, setidaknya, cacat atau pengonsumsi obat seumur hidup.
“Pada dasarnya, primary root cause dari semua penyakit ada di pikiran, sementara secondary-nya ada pada makanan, gaya hidup, kurang berolahraga, kurang tidur, dan lain-lain,” ucap Susan Hartono, pencetus Self Awareness Network (SAN).
Berkaitan dengan itu, Susan yang seorang praktisi holistic nutrition di mana dalam terapinya ia combine mind, body, and spirit ini tidak akan langsung memberikan hardware-nya atau mendietkan klien-kliennya yang pada umumnya datang dengan keluhan diabetes, pernah stroke, pernah kena serangan jantung, kanker stadium 1 atau sedang kemoterapi, sehingga merasa badannya tidak nyaman, dan sebagainya.
“Tapi, biasanya, saya akan mencari sampai ke root cause-nya seperti emosinya, psikologinya, belief system-nya, hingga kesiapan yang bersangkutan sekarang ini,” ungkap perempuan, yang menyandang gelar master of science di bidang nutrition dari SEAMEO UI ini.
Untuk itu, dalam terapinya, dimulai dari counseling di mana klien cukup datang sekali. Counseling dilakukan selama dua jam dengan tarif Rp300 ribu, apa pun masalahnya. Counseling lebih bersifat ngobrol dan assessment, verbal suggestion.
Selanjutnya masuk ke coaching and therapy.“Di sini, saya akan mengajari banyak praktik, skill yang dapat dijalankan di rumah. Misalnya, self healing skill, meditasi. Saya juga melakukan pendampingan di mana yang bersangkutan boleh telpon kapan pun atau mengirim e-mail,” jelas Susan, yang membuka praktik di kediamannya yang terletak di Jalan Sang Timur, Jakarta Barat.
Coaching and therapy, ia menambahkan, dimasukkan ke dalam satu paket. “Karena, saya ingin mengetahui progress-nya, kemudian yang bersangkutan harus mengerjakan apa yang harus dia kerjakan, lalu bersama-sama measure hasilnya. Untuk itu, saya anjurkan kepada yang bersangkutan untuk tiga kali datang di mana per sesi memakan waktu empat jam dan biaya Rp500 ribu. Tiga kali datang tersebut harus dilakukan minimum satu minggu sekali. Sementara untuk yang kasusnya berat, minimum tiga kali datang dengan dua kali pertama kedatangan harus dilakukan dalam satu minggu. Sementara kedatangan ketiga, dilakukan pada minggu berikutnya. Lantas, dilihat lagi. Jika memang perlu lagi, dipersilahkan untuk datang lagi, tapi tidak perlu tiga kali atau hanya bersifat follow up,” tambahnya.
Dalam hal ini, passion Susan pada penyakit kronis. Sebab, penyakit yang bersifat akut memang harus ditangani dokter, sedangkan masalah/penyakit kronis tidak cukup cuma ditangani dokter. Dan, jika berulang kali kambuh, berarti ada root cause-nya, sehingga harus dicari. Di sisi lain, SAN tidak menolak kehadiran mereka yang merasa tidak mempunyai masalah, tapi hanya merasa curiga ada sesuatu dalam diri mereka lalu ingin mengeceknya, ingin mendapat jawaban atas burdening question.
“Ke depannya, saya bercita-cita jika segala sesuatunya sudah established dan programnya sudah terstruktur, serta saya sudah bisa melimpahkan tugas ke orang lain, mengingat selama ini saya melakukannya sendirian, saya ingin membuat center di mana segala sesuatunya nanti ada di situ. Di samping itu, nantinya ada subsidi, mengingat tidak semua orang mampu. Bagi mereka yang mampu, silahkan bayar. Sedangkan yang tidak mampu, bisa dibayari melalui subsidi. Hingga, pada akhirnya, masyarakat dari kalangan mana pun dapat ke sini,” kata Susan, yang saat ini juga ber-partner dengan klinik dan tempat fitness untuk membuat banyak workshop supaya bisa menjangkau lebih banyak orang lagi.
Namun, diakuinya bahwa perjalanan bisnis yang dibangun bersama sang adik pada tahun 2009 ini, sama sekali tidak mulus. Kendala-kendala yang dihadapi mulai dari klien yang hanya mau mengerjakan apa yang ia sarankan setelah merasa kepepet hingga sulitnya memperoleh bahan makanan yang bagus.
“Dulu, saya selalu menyarankan klien-klien saya untuk mencari makanan sehat dengan cara memasaknya sendiri. Tapi, biasanya, mereka tidak sempat masak dan lalu bertanya di mana bisa mendapatkan bahan makanan yang bagus. Pada tahun 2009, saya sendiri bingung mendapatkan bahan makanan yang bagus. Kalau pun ada itu impor. Karena itu, saya tidak dapat merekomendasikan ke semua klien,” kisahnya.
Dalam kondisi sibuk mencari itu, bertemulah kelahiran 7 April 1974 ini dengan seorang kordinator sebuahkomunitas organik. “Saya senang banget dan pada akhirnya bisa menginformasikan ke klien di mana mereka bisa mendapatkan bahan makanan yang bagus,” katanya.
Di tengah-tengah berbagai macam penyakit yang menghinggapi masyarakat moderen, bagaimana prospek profesi nutrition? “Optimis bagus! Karena, masyarakat sudah berubah. Dulu, mereka konsumtif. Sekarang, mulai ada pencerahan. Organik mulai berjalan. Saya melihat dari teman-teman yang berkutat di organik telah melakukan pergerakan yang jauh. Imbasnya, masyarakat terbagi menjadi masyarakat yang sama sekali belum sadar, ada yang sudah sadar tapi belum mengetahui harus dari mana mulainya sehingga mereka perlu dimotivasi lebih lanjut, dan mereka yang sudah organik yang sudah serius belajar meski latar belakang mereka bukan di kesehatan,” pungkasnya.