Ekstrak Daun Kumis Kucing
Selama ini, orang memanfaatkan khasiat Kumis Kucing hanya melalui daunnya yang telah dikeringkan. Hasilnya, agak ribet. Naturlife Greenworld memberi solusi dengan menawarkan produk esktraknya. Imbasnya, berupa fitofarmaka atau kapsul suplemen makanan yang dapat langsung dikonsumsi
[su_pullquote align=”right”] Seiring dengan semakin meningkatnya permintaan dari kalangan industri farmasi dan jamu di dalam negeri, ekstrak daun Kumis Kucing semakin banyak dicari[/su_pullquote]e-preneur.co. Kumis Kucing (Latin: Orthosiphon Stamineus Benth, red.) merupakan tanaman semak, yang diyakini memiliki sejumlah khasiat untuk menyembuhkan berbagai macam penyakit. Sebab, menurut penelitian, daun dari tanaman yang dapat tumbuh di tempat basah maupun kering dengan ketinggian 700 m di atas permukaan laut ini, mengandung kadar kalium yang cukup tinggi. Selain itu, daun yang berbentuk telur taji ini juga mengandung glikosida orthosiphonin, yang berkhasiat untuk melarutkan asam urat, fosfat, dan oksalat dari kandung kemih, empedu, dan ginjal.
Dengan khasiat yang dahsyat itu, tanaman herbal yang dikenal Masyarakat Madura dengan nama Songot Koceng ini, sangat diminati oleh berbagai industri obat-obatan dan kosmetika di mancanegara. Sebuah sumber mengatakan bahwa daun Kumis Kucing telah diekspor ke Belanda, Jerman, Eropa Barat, dan Amerika Serikat.
Tapi, ironisnya, justru di Indonesia, tanaman yang biasa tumbuh liar di ladang atau sungai ini, sama sekali belum dikembangkan secara profesional. Mayoritas masyarakat kita masih menjadikannya sebagai tanaman hias belaka.
Namun, akhir-akhir ini, muncul perkembangan yang menggembirakan. Khususnya, dalam dunia farmasi di mana tanaman yang nenek moyangnya berasal dari Afrika ini, juga digunakan sebagai bahan dasar obat-obatan moderen.
Hal ini terjadi, seiring dengan semakin meningkatnya permintaan dari kalangan industri farmasi dan jamu di dalam negeri. Imbasnya, kini tidak sulit lagi mencari Kumis Kucing di berbagai apotek, toko obat, atau toko bahan suplemen makanan. Tapi, tentu saja, dalam bentuk ekstraknya yang kemudian diolah lagi menjadi isi kapsul, misalnya.
Sekadar informasi, ekstrak Kumis Kucing berarti turunan produk berbasis bahan alam dengan bahan utamanya, dalam hal ini, daun Kumis Kucing. Sementara, ekstraksi merupakan proses pemisahan suatu bahan dari campurannya.
Ekstraksi dapat dilakukan dengan berbagai cara atau yang dikenal dengan istilah ekstraksi panas dan ekstraksi dingin. Proses ini, menggunakan pelarut yang didasarkan kelarutan komponen terhadap komponen lain dalam campuran.
“Secara sederhana, ekstraksi adalah proses untuk memperoleh saripati suatu bahan, baik dari bahan tumbuhan maupun hewan. Hasilnya, berupa bubuk atau serbuk,” jelasGalih Prasetya Utama,Executive ManagerNaturalife Greenworld & Co-PT PNU.
Karena itu, ekstraksi berbeda dengan destilasi di mana proses ini menggunakan perbedaan titik didih zat terlarut dengan pelarut. Hasil akhirnya, berupa minyak/cairan atau yang lebih dikenal dengan istilah minyak atsiri.
Ekstrak Kumis Kucing merupakan salah satu bahan baku industri obat-obatan berbasis bahan alam (fitofarmaka) dan industri suplemen makanan kesehatan. “Kami mengekspor daun Kumis Kucing, baik dalam bentuk ekstrak maupun keringnya, ke Perancis sebanyak 4 ton/bulan,” ucap Galih.
Tapi, ketika terjadi krisis ekonomi yang menggemparkan itu, terjadi pula perubahan besar yang memaksa Naturalife Greenworld & Co-PT PNU berhenti atau lebih tepatnya menunda ekspornya. Karena, pemesan meminta pembayaran dilakukan di negara mereka. “Sementara, kami tidak memiliki modal untuk ke sana,” lanjutnya.
Imbasnya, perusahaan yang memperoleh bahan baku daun Kumis Kucing dari Jawa Tengah dan Jawa Barat ini, kekurangan dana dan mengalihkan pemasarannya ke pasar lokal.Seperti, berbagai klinik herbal dan industri berbahan dasar herbal. Selain itu, mereka juga gencar mencari pinjaman (loan).
“Kami juga fokus pada produk ekstrak dan lini produksinya, plus variasinya. Di sisi lain, hal ini kami lakukan karena penjualan daun Kumis Kucing kering itu marginnya sangat kecil,” kata sarjana sains dan teknologi farmasi dari Institut Teknologi Bandung ini. Sekadar informasi, Naturalife Greenworld & Co-PT PNU juga memproduksi ekstrak Jahe, Kapulaga, Temulawak, dan lain-lain.
Untuk pemasaran produk ekstrak itu, Naturalife Greenworld & Co-PT PNU fokus pada B2B (Business to Business) atau pasar industri. “Saat ini, kapasitas produksi ekstrak kami sebanyak 100 kg/bulan, yang dihasilkan dari 1 ton daun Kumis Kucing. Dengan kata lain, dalam proses produksi, perbandingan antara bahan baku dengan ekstrak yaitu 10:1,” ungkap salah satu peraih penghargaan Shell Business Start-Up Awards 2008 ini. Kapasitas produksi perusahaan yang berkantor pemasaran di Bandung ini, jelas belum mampu memenuhi kebutuhan pasar (lokal) yang memang sangat besar yaitu mencapai 20 ton/tahun.
Sementara, untuk memasarkan produknya, Naturalife Greenworld & Co-PT PNU yang dibangun tahun 2006 ini, menggunakan bantuan internet atau langsung menghubungi pembeli. “Kami memiliki basis data industri-industri di Indonesia,” jelas kelahiran Karanganyar, Jawa Tengah, ini.
Sementara, untuk ekspor, perusahaan yang berkantor produksi di Purwakarta ini, menjalin kerja sama dengan eksportir senior rekanan. “Prosesnya, setelah melakukan persetujuan mengenai termin pengiriman dan pembayarannya, kami menghubungin pihak rekanan eksportir untuk menindaklanjuti,” imbuhnya.
Ke depannya, perusahaan yang per bulan membukukan omset rata-rata ratusan juta rupiah itu, berencana mengeluarkan produk formula yang merupakan gabungan dari ekstrak. Di samping itu, juga membuat produk farmasi berbahan alam untuk terapi kesehatan dan makanan fungsional.
“Hingga saat ini, kami hanya memasok produk kami ke partner kami. Selanjutnya, partner kamilah yang menjadikannya sebagai isi kapsul suplemen makanan yang siap konsumsi. Suplemen ini, ditujukan bagi pasar ritel,” ujar Galih, yang membangun perusahaan ini bersama dua mantan teman kuliahnya dan dibantu seorang ahli formulasi dari Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, yang sekaligus rekanan mereka.
Diakuinya, Naturalife Greenworld & Co-PT PNU yang dibangun dengan modal awal Rp4 juta itu, sejauh ini belum mampu berproduksi sendiri. Karena, masih lemah di SCM (Supply Chain Manajement = Manajemen Mata Rantai Pasokan) dan mahalnya biaya distribusi.
“Tapi, untuk memperoleh pasar, yang perlu segera kami lakukan yaitu meningkatkan penetrasi pasar ritel, memperbaiki mata rantai suplai bahan baku, dan membangun pusat produksi berstandar GMP (Good Manufacturing Practice = Cara Pembuatan Obat yang Baik) farmasi,” pungkasnya.