Baby Furniture
Memiliki bayi tidak selalu identik dengan pengeluaran membengkak. Bisa jadi, justru menjadi ladang penghasilan baru. Seperti, yang dilakukan Feby dengan baby furniture-nya
[su_pullquote align=”right”]Dengan sistem custom made, konsumen akan memiliki baby furniture yang terkesan limited edition dan eksklusif[/su_pullquote]e-preneur.co. Akan memiliki momongan merupakan kebahagiaan tersendiri bagi orang tua. Untuk itu, segala persiapan untuk menyambut kehadiran buah hati pun jauh-jauh hari sudah dilakukan.
Hal yang sama, juga dilakukan oleh pasangan suami istri Feby Fibriana dan Khessy. Tapi, sedikit berbeda dengan calon Ibu pada umumnya, Khessy bukan hanya membeli perlengkapan bayi, melainkan juga membuka bisnis (toko) yang menjual baju-baju bayi dan anak-anak.
Kejadian yang sama terulang, ketika buah hati mereka yang kedua akan datang. Kali ini, Feby, sang Bapak, yang sibuk. Ia ingin agar bayinya memiliki kamar sendiri lengkap dengan furniture-nya, seperti tempat tidur, lemari, drawer, dan lain-lain.
“Di Indonesia, pada umumnya, bayi tidur dengan orang tuanya hingga ia mempunyai adik atau masuk SD. Kami ingin mengikuti gaya hidup orang Bule yang menempatkan bayi mereka dalam kamar tersendiri, lengkap dengan perabotannya. Sehingga, bayi-bayi itu telah terdidik sejak dini untuk memiliki privacy atau kehidupan sendiri, tidak tergantung sepenuhnya pada orang tua mereka,” tutur Feby.
September 2009, ia membangun bisnis baby furniture di bawah bendera Freakidea Production. Sementara, modal awalnya berupa furniture yang dibuat untuk buah hatinya itu.
“Kemudian, produk itu dipajang di toko istri saya dan saya potret. Suatu ketika, seorang pelanggan berbelanja di toko kami dan melihat produk tersebut. Ia tertarik untuk memesannya,” kisah sarjana seni dari Fakultas Seni Rupa & Desain, Universitas Pasundan, Bandung, ini.
Ya, hasil karya Feby ini memang hanya dapat dimiliki peminat/konsumennya melalui sistem pemesanan. Karena, ukuran furniture harus disesuaikan dengan ukuran kamar si bayi. Untuk itu, sebelum furniture dibuat, Feby akan meminta ukuran kamar si bayi, memberi saran ukuran produk yang sesuai dengan luas kamar dan lalu pemesan tinggal menyesuaikannya, atau bahkan datang ke kediaman pemesan untuk melakukan pengukuran sendiri.
“Jadi, kami ini juga agak mirip dengan konsultan,” kata pria, yang pernah diminta konsumennya untuk membuat berbagai furniture guna mengisi kamar bayinya, sekaligus mendesain interiornya.
Bahan baku yang digunakan pun sesuai dengan pesanan. Atau, lebih tepatnya, anggaran keuangan konsumen. Misalnya, Feby mematok produknya dengan harga Rp1 juta dengan spesifikasi multiplek. Tapi, ternyata, konsumen cuma memiliki budget Rp500 ribu.
“Enggak masalah. Kami tetap akan membuatkannya. Tapi, bahan bakunya diganti dengan partikel board,” jelasnya. Harga ini belum termasuk ongkos kirim, yang besar kecilnya ditentukan oleh berat produk.
Sementara untuk produknya, furniture ini dapat dihiasi dengan foto pemiliknya yang notabene si bayi itu sendiri, dengan sifat menyatu. Sistem penyatuan foto si bayi ke baby furniture ini, menggunakan dua system.
Pertama, sistem stiker. Keuntungan menggunakan sistem gambar tempel ini yakni waktu pengerjaannya lebih cepat, dapat dengan mudah dipasangtempelkan atau dilepas dan diganti dengan gambar/foto lain, mampu bertahan hingga si anak masuk SD, dan pembuatan stiker selanjutnya dapat dilakukan di tempat lain (tidak perlu meng-order lagi).
“Untuk sistem ini, konsumen tinggal mengirimkan foto si bayi kepada kami. Kemudian, sesuai dengan permintaan konsumen apakah gambarnya mau dipasang mati atau dipasangtempelkan,” kata kelahiran Jakarta, 25 Februari 1978 ini. Sistem kedua, sistem sablon, yang benefit-nya yaitu kualitas lebih bagus dan tahan lama.
Dengan segala kelebihannya itu, usaha yang memiliki home industry di kawasan Pondok Labu, Jakarta Selatan, ini minimal menerima 4−5 pesanan di mana setiap pesanan dapat dikerjakan dalam tempo dua minggu. “Sejauh ini, kami menerima pesanan yang kebanyakan datang dari para Ibu rumah tangga sekaligus Ibu bekerja di area Jabodetabek. Selain itu, kami juga menerima pesanan dari Sumatera, Pekanbaru, Banjarmasin, Solo, dan Semarang,” ujar Feby, yang mempekerjakan delapan karyawan ini.
Meski laju bisnis ini tampak mulai meningkat, Feby tetap belum berkeinginan untuk membuatnya secara rutin dan masal, serta mempunyai outlet. Karena, ia masih merasa pesanannya belum konstan dan permintaan di segmen bayi masih jauh lebih kecil ketimbang home living.
Di sisi lain, dengan sistem custom made ini, konsumen akan memiliki baby furniture yang berbeda dengan baby furniture pada umumnya. Sehingga terkesan limited edition dan eksklusif. “Di samping itu, saya juga harus berbagi waktu dengan kesibukan saya sebagai karyawan. Sehingga, saya pikir, penawaran cukuplah sebatas by online dulu,” pungkas creative director sebuah perusahaan swasta ini.