COME
Untuk menambah pemahaman terhadap materi pelajaran yang diajarkan di sekolah, para siswa di era globalisasi mengikuti kursus. Bukan cuma satu kursus, melainkan bisa sampai tiga kursus sekaligus dalam satu hari, di tempat-tempat kursus yang berbeda. Betapa sibuknya mereka dan betapa pontang-pantingnya orang tua mereka yang harus mengantar jemput dengan alasan keamanan. Karena itulah, COME hadir dengan menawarkan tiga fasilitas kursus yang bisa diikuti dalam satu tempat
[su_pullquote align=”right”]Bimbel dalam COME dilengkapi dengan program fast track[/su_pullquote]
e-preneur.co. Dulu, para siswa Sekolah Menegah Atas (SMA) akan segera mendatangi berbagai tempat kursus bimbingan belajar (bimbel), begitu mereka duduk di bangku kelas tiga (sekarang kelas 12, red.). Tujuan mereka hanya satu yaitu agar bisa lolos atau diterima di perguruan tinggi negeri.
Tapi, kehadiran Ujian Akhir Nasional (UAN) menggeser paradigma tersebut. Buktinya, kini, bukan cuma mereka, melainkan juga para murid Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) yang datang berbondong-bondong ke berbagai bimbel. Tujuan mereka pun berubah yakni supaya lulus UAN.
Namun, di era globalisasi, satu kursus saja belum cukup bagi mereka. Pada umumnya, mereka akan mengikuti berbagai kursus lain, seperti kursus komputer atau Bahasa Inggris.
Jadi, bisa dibayangkan betapa sibuknya mereka. Apalagi, setiap tempat kursus hanya menyediakan satu fasilitas dan lokasi tempat-tempat kursus itu pun biasanya berjauhan. Kondisi itu, juga berimbas pada orang tua atau orang-orang terdekat mereka yang harus ikut pontang-panting mengantar jemput.
Hal itu, memunculkan ide untuk membuka tiga kursus sekaligus dalam satu atap, seperti yang dilakukan COME pada tahun 2008. Di sini, terdapat tiga fasilitas kursus sekaligus yaitu bimbel, komputer, dan Bahasa Inggris. Sehingga, para orang tua tidak lagi merasa bingung dan ribet ketika akan mengkursuskan anak-anak mereka. Karena, COME berkonsep one stop shopping.
“Cukup sekali mendaftar, selanjutnya anak-anak tinggal menentukan sendiri kapan mereka akan mengikuti kursus Bahasa Inggris, komputer, dan bimbel,” kata Ibnu Dwi Lesmono, Manager COME Indonesia.
Dibandingkan dengan berbagai tempat kursus lain, Ibnu melanjutkan, pada dasarnya tidak ada perbedaan yang mendasar pada COME. Tapi, bimbel dalam COME dilengkapi dengan program fast track yaitu bagaimana caranya bisa menjawab soal-soal ujian dengan cepat dan melakukan analisa terhadap soal-soal tersebut. Sementara biaya yang dibebankan kepada setiap siswa, tergantung dari program yang diambil yaitu apakah per semester atau program fast track yang berlangsung selama tiga bulan.
Untuk kursus komputer, tidak diajarkan program-program yang selama ini biasa diajarkan, namun tentang animasi dan game. Sebab, pada umumnya, anak-anak menyukainya. Sehingga, akan memunculkan interaksi. “Meski terkesan hanya bermain, tapi sebenarnya mereka juga sedang belajar,” ungkap Ibnu. Kursus ini berlangsung selama tiga bulan per program.
Sedangkan untuk kursus Bahasa Inggris, COME mengajarkan game dan lagu. Dan, bagi para siswa yang berminat, biaya yang dibebankan per semester tergantung level-nya.
Dari keterangan tersebut di atas, diketahui bahwa jika bimbel ditujukan bagi para siswa SD−SMA, maka kursus komputer dan Bahasa Inggris menyasar pada anak-anak SD. Hal ini, dilakukan karena adanya motivasi yang berbeda.
“Bimbel ditujukan bagi para siswa yang akan menghadapi UAN. Karena, mereka sangat membutuhkan berbagai pengkayaan untuk menjawab soal-soal ujian. Sementara kursus komputer, lebih cenderung berhubungan dengan kegiatan ekstrakulikuler. Sehingga, wacana mereka pun bertambah. Dan, Bahasa Inggris berkaitan dengan kebutuhan anak-anak yang bersekolah di sekolah dengan dwibahasa. Intinya, agar mereka semua memperoleh nilai plus,” jelas sarjana sistem informasi dari STMIK Nusa Mandiri, Jakarta, ini.
Dalam arti, ia menambahkan, bukan sekadar pintar, melainkan juga mahir. Seperti, kepanjangan dari COME yaitu COurse Makes Easy atau menjadi mahir itu mudah.
“Sebab, semuanya berpulang pada kemahiran. Contoh, kursus Bahasa Inggris menjadikan mahir mengolah kata, kursus komputer menjadikan mahir mengolah program-program komputer, dan kursus bimbel menjadikan mahir menjawab soal-soal UAN. Dengan demikian, berbeda dengan berbagai kursus pada umumnya yang hadir sekadar untuk membantu para siswa yang “kurang” atau tertinggal,” ujar kelahiran Jakarta, 8 Mei 1979 ini.
Kini, COME yang berkantor di Jalan Bendungan Hilir Raya (Jakarta Pusat), Jalan Kamal Raya (Jakarta Barat), dan Jalan Otto Iskandardinata (Tangerang) telah memiliki lebih dari 15 cabang. Selanjutnya, dengan adanya animo dari masyarakat dan penetrasi pasar yang cukup baik, COME pun ditawarkan kepada masyarakat yang ingin bergabung pada 18–20 Maret 2011 dalam pameran franchise yang berlangsung di Balai Kartini, Jakarta.
“BEP (Break Even Point) diperhitungkan akan terjadi pada tahun ketiga beroperasi, dengan syarat mampu mengumpulkan 400–600 siswa per angkatan (enam bulan). Karena, pada umumnya, kursus bimbel berlangsung selama setahun, kursus Bahasa Inggris selama enam bulan, dan kursus komputer selama tiga bulan. Jika terjadi penurunan jumlah siswa, maka franchisor dan franchisee akan bersama-sama menanggungnya. Tapi, kami akan terus berusaha agar jumlah siswa dapat mencapai 400–600 orang, sehingga BEP pun tercapai” katanya.
Sementara dalam kepengelolaannya, dibagi menjadi dua yaitu pertama, kepengelolaan COME sepenuhnya diserahkan ke franchisor. Kedua, franchisee terlibat dalam kepengelolaannya. Dalam arti, yang bersangkutan ikut mencari/menentukan para guru, bagian marketing, kebijakan, dan sebagainya. Sehingga, di sini, terjadi sistem bagi hasil yang baru diambil pada tahun keempat dan seterusnya di mana besarannya 60% (franchisor) dan 40% (franchisee).
“Pada dasarnya, COME sama saja dengan bisnis-bisnis lain yang di-franchise-kan. Tapi, kami tidak kaku. Di sini, banyak dibuat kesepakatan-kesepakatan. Mengingat, dunia bisnis selalu turun naik. Tapi, dengan brand yang sudah dikenal, cabang yang sudah banyak, dan sistem yang sudah terkontrol, setidaknya impas. Di samping itu, jika dibandingkan dengan bunga deposito yang hanya sebesar 6% per tahun, maka COME dapat memberi franchisee-nya pemasukan sebesar 30%–40% setiap tahunnya. Jika misalnya jumlah siswa cuma 300 orang per semester, revenue-nya pun hanya akan turun 15%–10%. Jadi, risikonya kecil dan jauh lebih menjanjikan ketimbang bunga bank,” ujarnya.
Bukan cuma itu, mengingat gedung yang akan digunakan sebagai tempat kursus selain harus berupa ruko (rumah toko) dua tingkat seluas minimal 5 m x 15 m, bangunan tersebut juga harus berlokasi di perumahan untuk kalangan menengah atas. Sehingga, para orang tua tidak terlalu jauh jika harus mengantar anak-anak mereka (hemat biaya, hemat waktu). Atau, setidaknya, tidak terlalu jauh dari pengamatan mereka agar lebih merasa safe.
Prospeknya? “Dilihat dari pertumbuhan penduduk di Indonesia, saat ini, banyak orang muda kita yang meski masih muda tapi sudah kaya raya. Nah, kala mereka menikah, biasanya keduanya bekerja. Sehingga, urusan anak mereka biasanya diserahkan ke pihak sekolah atau tempat kursus yang lokasinya dekat dengan tempat tinggal mereka. Dengan demikian, aspek keamanannya terjamin. Di sisi lain, beberapa cabang COME telah BEP dalam tempo enam bulan. Jadi, COME sangat prospektif!” tegasnya. Jadi, yuk bergabung.