Fenny dan Awie
(Elling Bra)
Adakalanya, seseorang tidak bisa membangun dan menjalankan bisnis sendiri. Ia memerlukan partner. Tapi, tidak setiap orang bisa dijadikan partner. Seperti Fenny, yang dalam membangun dan menjalankan Elling Bra, lebih memilih Awie, partner hidupnya
[su_pullquote align=”right”]Untuk masalah uang, antara suami istri mesti fair[/su_pullquote]
e-preneur.co. Payudara akan mengalami “masalah”.Terutama, saat perempuan mengandung, melahirkan, dan menyusui. Hal ini, terjadi pula pada Fenny usai melahirkan anak kedua. Ia merasakan perubahan drastis pada payudaranya. Berbagai upaya ia lakukan, untuk mengembalikan payudaranya ke bentuk semula.Tapi, sia-sia.
Suatu saat, Fenny terinspirasi oleh bra yang sudah ada di pasaran. Selanjutnya, dengan didukung oleh pemahamannya tentang anatomi payudara dan keahliannya menjahit, kelahiran Malang, 14 Februari 1967 ini mulai menjahit bra sendiri, pada tahun 1998.
Rupanya, bra buatannya dianggap bagus dan menarik. Melalui informasi dari mulut ke mulut, sanak keluarga dan teman-temannya pun berminat untuk dibuatkan bra yang sama.
Karena semakin lama semakin banyak yang tertarik, maka diadakanlah seminar gratis dengan mendatangkan dokter yang memahami masalah kesehatan perempuan.Khususnya, seputar payudara dan sistem reproduksi. Para peserta menyambut dengan sangat antusias.
Imbasnya, permintaan akan bra buatan Fenny semakin banyak dan membuatnya bersemangat untuk terus-menerus memproduksinya. Bahkan, ia juga mempatenkan nama produknya, Elling Bra.
Namun, ternyata, menjalankan Elling Bra tidak semudah membalikkan telapak tangan. Ia harus mengalami trial and error selama dua tahun terlebih dulu, sebelum pada akhirnya mendapatkan bra seperti yang dimaui.
“Karena masih meraba-raba, kami pernah salah dalam membeli mesin jahit hingga akhirnya tidak dipakai.Selain itu, juga salah memotong bahan, salah ukuran, dan sebagainya. Kami juga terkendala oleh sumber daya manusia dan tempat kerja yang menjadi satu dengan rumah tinggal,” kisah Saubiantoro, suami Fenny. Tapi, akhirnya, pada tahun 2000, Fenny pun memberanikan diri memasarkan produk Elling Bra.
Elling Bradimodali dengan uang rumah tangga. “Karena, kami sepakat untuk fight dan serius dalam bisnis ini. Sebenarnya, hal ini, diawali dari keinginan kami untuk membangun bisnis. Untuk itu, kami saling mendukungsiapa yang terlebih dulu akan membangun bisnis. Tidak peduli itu istri dulu atau suami dulu. Jadi, kalau suami yang lebih dulu berinsiatif membangun bisnis, maka istri harus mendukungnya. Demikian sebaliknya. Dan, ketika ternyata istri saya yang berpotensi lebih dulu membangun bisnis, maka saya mendukungnya. Pertimbangan saya hanya satu: masa depan!” tegas Awie, begitu ia akrab disapa.
Pada mulanya, Awie bekerja. Lalu mengundurkan diri dari tempat kerjanya dan bergabung ke dalam Elling Bra, saat ia melihat sang istri membutuhkan dukungannya. Dan, dukungan yang dimaksud bukan sekadar finansial, melainkan juga produk.
“Dalam arti, istri yang membuat bra, suami yang melihat hasilnya dan memberikan pertimbangan. Misalnya, model, ukuran, penampilan, dan segala hal yang menyangkut keindahan,” lanjutnya.
Bagi Awie, bukan masalah jika ia harus meninggalkan pekerjaanya. Karena, pada dasarnya, dalam hidup manusia harus berani berspekulasi. Kalau hal ini tidak dilakukan, maka orang itu tidak akan pernah maju.
“Di sisi lain, bisnis ini memerlukan partner, tapi partner itu bukan orang lain. Sebab, istri saya merasa lebih percaya kepada suaminya ketimbang karyawannya atau pihak-pihak lain. Mengingat, belum tentu cocok dan lebih enak kerja samanya. Berbeda, jika itu pasangan hidupnya,” kata Bapak dua anak ini.
Ketika bisnis ini mulai berjalan dengan serius, pembagian tugas pun dilakukan. Jika Fenny memegang kendali atas produk dan inovasinya, maka Awie menangani bagian pembelian, admin, website, bagian mesin, dan segala pekerjaan yang dapat dikerjakan laki-laki.
“Pembagian tugas ini, terjadi melalui proses pemilahan dan pemilihan di mana yang dapat dikerjakan istri ya dikerjakan istri dan mana yang dapat dipegang suami ya dipegang suami,” ungkap pria,yang berasal dari Belitung ini.
Fenny menimpali, “Pada awalnya, posisi saya dalam Elling Bra memang lebih tinggi dan di depan suami saya. Tapi, seiring waktu berjalan, terjadi pembagian tugas mana yang cocok untuk saya dan mana yang cocok untuk suami saya. Akhirnya, suami sayalah yang menjalankan dan mempromosikan bisnis ini, di samping menangani konsumen. Sementara saya, di bagian produksi atau di belakang layar saja. Bahkan, sekarang, kami juga sudah melibatkan anak-anak kami. Bagaimana pun kami ‘kan membangun usaha ini bersama-sama”.
Inilah, Awie menambahkan, sisi baiknya bisnis suami istri. “Kami mempunyai keinginan yang sama yaitu membesarkan usaha ini secara bersama-sama, yang pada akhirnya untuk anak-anak kami. Sedangkan sisi buruknya, sejauh ini tidak ada. Karena kami tidak berpikir macam-macam. Jalani saja. Dan, begitulah seharusnya kehidupan suami istri,” ujarnya.
Sementara untuk ide, mereka sharing. Dalam sharing ini, tidak selalu muncul kecocokan. Selalu ada yang menang dan ada yang kalah. Menurut Awie,perdebatan untuk memperoleh kesepakatan dalam bisnis, tidak pernah terbawa dalam kehidupan rumah tangga.
“Konflik, gontok-gontokan, atau beda pendapat terjadi hampir setiap hari. Tapi, karena tujuan kami sama, setelah itu ya sudah. Kami kembali saling tersenyum, makan satu meja, tidur satu tempat tidur,” ucap Fenny.
Untuk masalah keuangan juga mereka atur bersama. Di sini, tidak ada gaji suami dan gaji istri atau gaji istri lebih tinggi daripada gaji suami. “Kami tidak pernah mempermasalahkan hal ini.Itu‘kan hanya titipan. Kami memiliki uang itu bersama-sama. Ibarat kue, kalau kita akan memakannya, meski cuma sedikit, kita harus bilang. Profesional agar tidak saling curiga. Uang itu menjadi uang bersama dan bercampur dengan uang rumah tangga. Enggak apa-apa itu, asal kita fair. Untuk masalah uang, antara suami istri mesti fair,” Awie melanjutkan.
Kini, Elling Bra telah berkembang, bukan cuma di item produknya yang dipatok dengan harga Rp125 ribu–Rp1,5 juta, serta terbuat dari bahan brukat, katun, dan batik kualitas ekspor, melainkan juga penyebarannya yang hampir merambah seluruh Indonesia dengan sistem distributor.
Di samping itu, Elling Bra membuka outlet pribadi di Ruko Golden Madrid I, Serpong, Tangerang, serta menitip produknya di outlet-outlet mitranya yang berlokasi di RS Cipto Mangunkusumo, RS Dharmais, RSPAD Gotot Subroto, dan di luar kota.