New Age Drink
Minuman tradisional, apalagi yang harganya sangat terjangkau, selalu dipandang sebelah mata oleh masyarakat kota besar. Seperti, sari tebu. Tapi, New Age Drink tidak kekurangan akal dengan, salah satunya, membuka outlet-outletnya di berbagai mal
[su_pullquote align=”right”]Sari tebu ini disajikan secara fresh, higienis, dan tidak menggunakan bahan tambahan apa pun[/su_pullquote]
e-preneur.co. Dunia minuman dibagi menjadi beberapa kategori yaitusoft drink atau minuman ringan, minuman keras, minuman kesehatan, dan minuman home made atau minuman yang biasa dibuat di rumah. Di luar itu, terdapat minuman lain yang tidak dapat dimasukkan ke kategori-kategori tersebut di atas, seperti sari tebu. Sebab, sari tebu dihasilkan dari hasil gigitan, kunyahan, dan isapan potongan-potongan tebu.
Ya, menikmati sari tebu dengan cara seperti itu memang mengasyikkan. Tapi, tidak praktis. Karena itu, Dicky Sutardi mencoba mengubah sisi tidak praktis itu menjadi praktis, dengan menggiling batang-batang tebu dari Jambi dan Padang dengan menggunakan mesin giling tebu full stainless steel buatan Singapura. Sehingga, sari tebu pun berubah menjadi minuman siap saji.
“Konsepnya, minuman home made tradisional dengan tagline ‘Minuman Sehat, Alami, dan Berkhasiat. Sedangkan tujuannya yaitu sebagai minuman alternatif bagi minuman ringan, terutama yang mengandung soda,” jelas Dicky, yang membangun bisnis minuman ini di Mal Taman Anggrek, Jakarta Barat.
Memang, ia melanjutkan, sampai sekarang belum jelas benar apa khasiat sari tebu. Tapi, berdasarkan berbagai sumber dikatakan bahwa minuman yang tidak asing lagi bagi orang-orang yang tinggal di lingkungan perkebunan tebu tersebut, mengandung sakarin yaitu zat aktif dalam tebu yang mampu menurunkan kadar gula dalam darah yang berlebihan.
“Di sisi lain, sari tebu buatan saya disajikan secara fresh (dibuat langsung di hadapan konsumen, red.), higienis, dan tidak menggunakan bahan tambahan apa pun” ujar sarjana ekonomi dari MacQuarie University, Sidney, Australia, ini.
Dari segi bisnis, ia menambahkan, tebu mempunyai greget. “Karena, tebu mungkin satu-satunya bahan baku minuman di mana konsumen dapat melihat langsung bagaimana ia digiling menjadi sari tebu dan lalu dihidangkan. Jadi, ada demonya. Berbeda dengan minuman yang terbuat dari lidah buaya atau kacang hijau, misalnya, yang memerlukan persiapan lebih lama dan banyak,” jelasnya.
Untuk tebunya, ia menggunakan tebu Jambi dan Padang. Sebab, tebu buah ini memiliki batang-batang yang lebih besar.Sehingga, penampilannya menarik, tidak terlalu manis, serta airnya lebih banyak dan berwarna hijau. Berbeda dengan tebu gula yang kurus, kecil, dan sangat manis.
Sayang, tebu-tebu ini hanya ditanam di kedua kota yang jauh dari Jakarta dan masih bersifat perkebunan rakyat. Sehingga, kemungkinan pasokan terhambat sangat besar, meski Dicky belum pernah mengalaminya.
“Jika hal ini terjadi, saya tidak akan menggantinya dengan tebu-tebu dari daerah lain. Karena, saya tidak mau menghilangkan persepsi konsumen akan rasa sari tebu saya. Saya lebih suka mengatakan bahwa untuk sementara sari tebu tersebut tidak ada. Lalu, saya akan menawarkan minuman-minuman lain yang telah saya sediakan bersama dengan sari tebu ini,” ujarnya.
Minuman-minuman lain yang dimaksud yaitu kacang hijau, susu kacang kedelai, jeruk nipis, cincau, lo han gou, sari alang-alang, liang teh, jali-jali, dan lidah buaya.Minuman-minuman ini juga disediakan bagi konsumen yang tidak menyukai sari tebu.
Kini, sari tebu banyak dijumpai di berbagai tempat, baik yang mangkal di pinggir-pinggir jalan maupun berbagai pusat perbelanjaan. “Tapi, dibandingkan dengan yang dijajakan di sepanjang jalan, sari tebu saya tentu lebih higienis. Sebab, mesin giling tebu yang saya gunakan terbuat dari full stainless steel. Sedangkan mesin giling tebu mereka, terbuat dari besi.Sehingga, kemungkinan munculnya karat sangat besar. Selain itu, produk mereka mudah terkena polusi,” ucap pria, yang juga menjadi distributor mesin giling tebu buatan Singapura tersebut.
Sementara bila dibandingkan dengan berbagai gerai sari tebu lain di berbagai mal, outlet sari tebu yang berlabel New Age Drink ini memiliki desain yang lebih eye catching dengan display batang-batang tebu dan minuman-minuman lain. Bukan cuma itu, untuk mengatasi pandangan sebelah mata dari masyarakat kalangan atas atau persaingan dengan soft drink, sari tebu ini juga dihidangkan dalam kemasan gelas plastik, laiknya minuman “bermerek”. “Singkat kata, lebih berkualitaslah,” katanya, tanpa bermasud sombong. Selain itu, New Age Drink juga menyediakan sari tebu yang dicampur dengan jahe, lemon, plum, atau mint.
Dicky yang membangun bisnis ini dengan modal awal Rp60 juta, kini telah memiliki15 outlet dan empat booth. Dari gerai-gerai yang dapat dijumpai di berbagai mal di Jakarta, Bekasi, dan Bandung ini ia meraup omset ratusan juta rupiah.
“Tapi, mengapa selalu di dalam mal? Pasti ada pertanyaan seperti itu. Karena, konsepnya yang unik memang hanya dapat dihadirkan di mal. Selain itu, saya mengembangkan bisnis ini menjadi dua yaitu milik saya sendiri dan sistem franchise. Sedangkan yang milik saya sendiri, saya bagi lagi menjadi yang benar-benar milik saya sendiri dan yang bersifat partnership,” jelasnya.
Itu artinya, ia menambahkan, prospek bisnis ini sangat bagus. Mengingat, pertama, penduduk Jakarta banyak sekali. Belum lagi, kota-kota lain di Indonesia. Kedua, dilihat dari kebiasaannya, masyarakat Indonesia cenderung lebih menyukai minuman tradisional, apalagi yang berasa manis (alamiah).
“Orang zaman sekarang cenderung ingin back to nature.Sehingga, apa pun yang bersifat alamiah cenderung mudah dijual,” ujar Dicky, yang berencana membuka gerai sebanyak-banyaknya di seluruh Jakarta, guna memasyarakatkan air tebu ke semua kalangan masyarakat. Mari minum…