Home / Frontline / Gandeng Binaan, Jaring Keuntungan

Gandeng Binaan, Jaring Keuntungan

Arts & Crafts Center96 Anggrek (Paper Tole)

Banyak jalan menuju Roma. Banyak pula strategi untuk meraup omset. Misalnya, membentuk “tangan panjang” melalui kursus gratis. Seperti, yang dilakukan Onie dengan bisnis paper tole-nya

paper tolee-preneur.co. Ada banyak cara yang dilakukan pelaku bisnis, untuk dapat membukukan omset sebesar-besarnya. Salah satunya dan yang paling sering mereka lakukan yaitu meningkatkan penjualan dengan cara memperkerjakan karyawan sebanyak-banyaknya, agar dapat berproduksi sebanyak-banyaknya pula.

Tapi, hal itu tidak dilakukan oleh Yosephine Erliani Onie dengan bisnis paper tole-nya (= seni membentuk gambar dua dimensi menjadi tiga dimensi, melalui proses memotong, meng-embos, dan menempel dengan bantuan peralatan khusus, red.).

Dikatakan begitu, sebab sejak tahun 2007, ia justru membentuk binaan sebanyak-banyaknya. Lantas, memberi mereka kursus membuat paper tole secara gratis. Selanjutnya, ia menjualkan hasil karya binaanya. Sehingga, muncullah win-win solution di mana bisnisnya berjalan lancar, sementara binaannya pun memperoleh ketrampilan dan penghasilan.

“Dengan semakin banyak kelompok yang kami bina, maka kapasitas produksi akan bertambah. Nah, dari situlah baru kami memperoleh keuntungan,” jelas Production Director Arts & Crafts Center 96 Anggrek  ini.

Namun, strategi tersebut bukanlah satu-satunya cara yang dijalankan perempuan yang biasa disapa Onie ini. Pada tahun 1996, ia telah membuka kursus membuat paper tole. Kursus yang pada awalnya dibuka di garasi rumahnya dengan modal sekitar Rp3 juta−Rp4 juta itu, tidak sekadar mengajarkan bagaimana caranya membuat paper tole secara gratis, melainkan juga teknik penjualan produk jadinya, serta kiat berpromosi yang dijalankan melalui penyebaran brosur dan mengadakan demo pembuatan paper tole di berbagai tempat.

Paper tole merupakan seni yang unik. Dan, segala sesuatu yang unik itu pasti dapat dibisniskan. Apalagi, jika modalnya tidak besar

Imbasnya, di satu sisi, bisnis ini (khusus untuk penjualan gambar/produkplus demo pembuatan dan kursus) berkembang dan outlet-outletnya dapat dijumpai di berbagai mal di Jakarta, Bekasi, Medan, dan Surabaya dengan nama Paperclip. Di sisi lain, dari kursus yang diselenggarakan, “dilahirkan” ribuan murid yang mengembangkan ketrampilan yang mereka pelajari ke dalam beragam bisnis.

“Sebagian dari mereka yang menyukai ketrampilannya saja, setelah mahir membuat paper tole akan membuka tempat kursus paper tole. Sebagian yang lain tidak cuma membuka tempat kursus, tapi sekaligus menjual hasil karyanya. Untuk itu, bahan baku pembuatan paper tole (gambar dua dimensi, khususnya) dibeli dari kami. Tapi, waktu itu pembelian belum bersifat rutin, sekitar 2−3 bulan sekali senilai Rp3 juta−5 juta bila tempat kursusnya kecil dan Rp10 juta untuk tempat kursus yang besar. Namun, ada juga yang hanya ingin menjadi semacam agen penjualan produk kami,” jelas kelahiran Palembang, 13 Agustus 1962 ini.

paper tole-1Kehadiran kursus-kursus paper tole yang diselenggarakan para mantan muridnya, tidak dianggapnya pesaing. Sebab, menurut arsitek dari Universitas Parahyangan ini, bisnis ini tidak gampang.Mengingat, sebagai produk handmade, paper tole bukan cuma unik, melainkan juga mengandung unsur seni yang tinggi. Dan, seni itu sendiri bersifat personal.

“Berkaitan dengan itulah, kami yang menentukan apakah sebuah gambar dua dimensi layak dijadikan gambar tiga dimensi atau tidak. Di sisi lain, kami merupakan pemegang lisensi (untuk Indonesia) gambar-gambar dua dimensi yang bernuansa Eropa klasik (impor, red.),” ungkap Onie, yang pernah membuat sendiri gambar dua dimensi dengan mengangkat budaya Bali.

Di samping itu, ia juga membuat hiasan dinding berupa paper tole yang diberi bingkai. Tapi, mengingat bersifat handmade dan harganya terbilang mahal, hiasan ini tidak dapat diproduksi secara rutin. Sebagai gantinya, sejak tahun 2006, Onie lebih fokus pada pembuatan kartu ucapan (kosong). Kartu mungil yang gambarnya juga dapat dipotong, lalu diberi bingkai dan berubah menjadi hiasan di meja atau lemari hias ini, setiap bulan diproduksi sebanyak ratusan kartu yang lebih dari 75%nya diserap pasar.

Dalam pemasarannya, produk yang mampu bertahan relatif lama, asalkan tidak terpapar langsung dan terus-menerus oleh sinar lampu ini, telah menyebar ke hampir seluruh wilayah Indonesia serta Jepang, Australia, dan Amerika Serikat. “Jadi, kalau dilihat prospeknya, yang jelas, masyarakat semakin mengetahui tentang bisnis ini. Di sisi lain, paper tole merupakan seni yang unik. Dan, segala sesuatu yang unik itu pasti dapat dibisniskan. Apalagi, modalnya tidak besar,” tegas perempuan, yang membuka bisnisnya di Jalan Sampit, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, ini.

Untuk mereka yang ingin kursus saja, hanya dibebankan biaya pembelian satu set peralatannya yang mirip peralatan dokter gigi plus lima gambar dua dimensi (5 gambar dua dimensi = 1 gambar tiga dimensi, red.), lem khusus untuk kaca, dan pernis. Pembuatan paper tole yang dapat dilakukan oleh siapa pun ini hanya membutuhkan waktu beberapa jam. Selanjutnya, Anda tinggal membuka kursus sendiri atau menjual hasil karya Anda. Menarik, bukan?

Check Also

“Naik Kelas” dengan Mengganti Gerobak Dorong dengan Outlet Permanen Berkonsep Restoran

Bakmi Gila Usaha kakilima banyak diminati para pelaku usaha. Selain itu, konsep PKL mempunyai potensi …

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *