Jenang dan Emping Waluh “Serasi”
Banyak bahan pangan lokal Indonesia yang mempunyai potensi gizi dan komponen bioaktif yang baik.Tapi, belum dimanfaatkan dengan optimal. Diduga, salah satu penyebabnya yaitu keterbatasan pengetahuan masyarakat akan manfaat komoditas pangan tersebut. Termasuk, terhadap waluh. Meski begitu, dengan kemampuannya berkreasi, Tatik pun mengolah waluh menjadi jenang dan emping yang mulai dilirik konsumen
e-preneur.co.Waluh, begitu orang Jawa menyebut buah yang tergolong sayuran ini. Sebagai sumber pangan, labu, begitu nama lainnya, tidaklah asing bagi masyarakat kita. Kendati, pengolahannya masih sebatas itu saja. Padahal, buah dari tanaman merambat ini juga sumber serat kaya manfaat, terutama bagi kesehatan. Jadi, bukan sekadar memberi keragaman menu dapur.
Telah banyak bukti diungkap oleh para pakar gizi dan kesehatan tentang manfaat pumpkin, begitu orang bule menyebutnya, bagi kesehatan.Seperti, mengobati tekanan darah tinggi, arterosklerosis (penyempitan pembuluh darah), jantung koroner, dan diabetes mellitus (kencing manis), menurunkan panas, serta memperlancar pencernaan. Bahkan, bisa pula untuk mencegah kanker.
Walau sepintas berasa “dingin”, tapi kandungan gizi buah yang bernama Latin Cucurbita Moschata ini cukup beragam. Dalam setiap 100 gr labu kuning, namanya yang lain lagi, terkandung 34 kalori; 1,1 protein; 0,3 lemak; 0,8 mineral; dan 45 mg kalsium. Di samping juga serat, vitamin C dan vitamin A, serta air.
Melihat kandungan gizinya yang sedemikian rupa, harap maklum bila olahan waluh sangat baik dikonsumsi dari anak-anak hingga orang tua. Apalagi, soal rasa tak perlu diragukan lagi.
Berkaitan dengan itu, sejak tahun 1998, C. Tatik Suryati memproduksi jenang dan emping waluh. Bersama dengan para karyawannya yang dibagi menjadi tenaga masak, pemasaran, dan loper, perempuan yang biasa disapa Tatik ini setiap bulan menghasilkan ratusan kilogram jenang waluh yang dijual baik dengan harga grosir maupun harga eceran.
Jenang dan emping waluh “Serasi” tidak lengket di gigi ketika disantap dan bergizi, serta kandungan gulanya aman bagi penderita diabetes
Demikian pula dengan emping waluhnya, yang memiliki varian rasa bawang, keju, barbeque, balado, dan pizza.“Saat sedang ramai pembeli, kami mampu memproduksi dua kali lipatnya,” katanya.
Lantas, apa bedanya jenang dan emping dari waluh ini dengan jenang dari ketan atau gula merah dan emping melinjo? “Jenang dan emping waluh kami tidak lengket di gigi ketika disantap dan bergizi. Selain itu, kandungan gula pada waluh, aman bagi penderita diabetes,” jelas Tatik, yang melabeli produknya “Serasi”.
Namun, untuk menjaga kekentalan jenangnya dan keawetan produknya, dalam proses produksi, ia mencampuri waluh dengan gula pasir kualitas nomor satu.Sehingga, panganan yang dapat dijumpai di Ungaran dan Semarang ini, mampu bertahan 4−5 bulan.
Sementara tentang “merek” produk ini yaitu “Serasi” yang berada di bawah bendera UD Adhie, dibangun dengan modal awal Rp100 ribu yang digunakan untuk membeli bahan baku dan bahan tambahan lain. Lalu, dengan berjalannya waktu, modal itu membengkak menjadi Rp10 juta dan akhirnya Rp25 juta rupiah.
“Sebab,harga waluh dari waktu ke waktu terus merangkak naik untuk setiap kilogramnya. Padahal, kebutuhan kami akan waluh terbilang banyak setiap kali berproduksi. Untungnya, waluh gampang dijumpai di Semarang,” ujar wanita, yang mengaku sering menerima retur dan terpaksa membuang produknya karena telanjur kadaluarsa.