Merasa masih mampu beraktivitas dan tidak mau menggantungkan hidup pada anak-anaknya, Rustilina mempersiapkan kegiatan sebelum pensiunnya tiba. Tak dinyana-nyana, kegiatan itu berkembang menjadi sebuah usaha yang mengisi hari-harinya setelah pensiun, sekaligus membantu pundi-pundi keuangan “pegawainya”
e-preneur.co. Pensiun berarti selesainya masa pengabdian orang-orang terhadap tempat mereka bekerja. Dan, mengingat usia pun mulai merangkak senja, maka biasanya mereka akan beristirahat.Leyeh-leyeh, menikmati hari tua dengan santai.
Namun, ternyata, tidak semua pensiunan melakukan itu.Terutama bagi Rustilina Sinaga-Hutajulu, yang beranggapan bahwa menjadi pensiunan tidak berarti cuma berdiam diri.
“Ayah saya pernah mengatakan bahwa apa yang dapat kau kerjakan sekarang, jangan kau katakan nanti.Dan, apa yang bisa kau kerjakan hari ini, jangan kau katakan besok. Karena itu, bagi saya, masa pensiun bukanlah masa untuk leyeh-leyeh. Kendati umur semakin bertambah, tidak berarti aktivitas berhenti. Jadi, apa yang dapat saya kerjakan ya saya kerjakan. Apalagi, saya tipikal orang yang aktif,” kata pensiunan guru tata boga dan tata busana SMPN 156 Jakarta Pusat ini.
Dengan semangat bagai dian tak kunjung padam, sekitar tiga tahun sebelum pensiun pada 2 Maret 2005 di kala usianya 60 tahun, Rustilina mempersiapkan kegiatan apa yang akan dilakoninya setelah pensiun nanti. Ia melakukan itu dengan mencontoh sang suami, yang mempersiapkan sebuah usaha sebelum pensiun sebagai pegawai swasta.
Ia memutuskan mengajar menyulam kepada para perempuan yang tinggal di dekat rel kereta api, tak jauh dari rumahnya yang berlokasi di kawasan Tanah Tinggi, Jakarta Pusat. Rustilina yang merasa mumpung masih sehat itu, mengajari mereka yang notabene istri tukang ojek, pengamen, supir bajaj, dan lain-lain mulai dari memegang jarum hingga akhirnya mampu menghasilkan sulaman yang terbilang rapi.
“Saya hanya berpikir, mereka membutuhkan tambahan uang untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Padahal, mereka tidak memiliki keterampilan apa pun. Dengan mengajari mereka menyulam, maka mereka pun bisa memperoleh uang tambahan. Jadi, niat saya cuma ingin menolong, ingin berbuat sesuatu untuk mereka, tidak ada unsur materi,” ujar kelahiran Pematang Siantar, 2 Maret 1945 ini.
Namun, pemikiran awal itu berkembang menjadi keinginan untuk mengkaryakan mereka, ketika ia pensiun.Apalagi, mereka yang jumlahnya membengkak menjadi 30–40 orang itu, ternyata sudah bisa menyulam dan siap untuk dipekerjakan.
“Pada akhirnya, mereka ‘bekerja’ untuk saya di mana dalam usaha ini modal dan biaya produksi berasal dari saya. Sementara, upah akan segera diterima begitu mereka selesai dengan pekerjaan mereka. Sedangkan semua hasil pekerjaan mereka, diserahkan ke saya dan sayalah yang mengurusi pemasarannya,” ucap lulusan sebuah Sekolah Guru Kepandaian Putri di Pematang Siantar ini.
Apa yang dilakukan Opung Jeremy, begitu orang-orang dekatnya biasa menyapa, menarik perhatian Pemerintah Kota Jakarta Pusat yang lalu memberinya sebuah gerai di UKM Center Waduk Melati, Tanah Abang, Jakarta Pusat. Tapi, karena lokasi UKM Center tidak strategis sehingga nyaris tanpa pembeli, ia memutuskan untuk menutup gerai yang dinamai Any Kresstik itu. Lalu, ia memindahkan usahanya ke kediamannya. Meski, kini, kondisi usahanya tidak lebih baik daripada sewaktu masih di UKM Center.
“Sekarang, tidak ada lagi produksi rutin. Para ‘karyawan’ juga tinggal beberapa orang saja. Tapi, usaha ini terus berjalan dan selalu ada penjualan. Apalagi, produk ini bukan barang mubazir. Jadi tidak laku sekarang, masih bisa laku besok. Buktinya, masih ada saja konsumen yang datang ke rumah untuk membeli atau memesan, di samping pembelian melalui arisan atau pameran yang saya ikuti. Pokoknya, dalam sebulan, selalu saja ada pembelian,” kata Opung Jeremy, yang produknya telah dibeli oleh konsumen dari Jabodetabek dan para pejabat setempat.
Hal itu, sekaligus juga menunjukkan jika masalah penumpukan barang yang berupa taplak meja berbagai ukuran,bed cover, sarung bantal kursi, tutup kulkas, tutup organ/piano, tas, sajadah, tempat handphone/tisu, dan lain-lain yang selama ini menjadi salah satu kendala, telah teratasi. Imbasnya, setiap bulan, usaha yang dibangun oleh perempuan yang telah mengabdi sebagai guru sejak tahun 1966 ini membukukan omset yang boleh dibilang lumayan.
“Seperti telah saya katakan tadi, kegiatan yang saya lakukan ini semata-mata untuk mengisi waktu luang di usia yang telah senja. Bukan mencari materi. Karena, uang pensiun saya sudah lumayan besar. Di sisi lain, anak-anak dan suami mendukung, sepanjang saya tidak memaksakan diri. Meski, ada saja orang yang nyinyir mengatakan bahwa apa yang saya lakukan ini mempermalukan anak-anak saya. Seolah-olah, anak-anak saya tidak mau mengurusi atau memberi saya uang,” ucap Ibu dari delapan anak dan Nenek dari delapan cucu ini.
Untuk itu, ke depannya, Rustilina ingin memiliki gerai untuk usahanya dan menerima permintaan untuk mengajar atau memberi kursus memasak, menjahit, dan sebagainya secara gratis. Opung Jeremy juga menyarankan: Jangan habiskan masa tua begitu saja. Apa yang dapat dilakukan untuk orang lain, lakukanlah.