Nasi Bebek Tunjungan
Bosan dengan sajian menu berbahan ayam atau ikan? Cobalah menu bebek yang ada di Nasi Bebek Tunjungan. Di sini, Anda bisa menjumpai aneka menu berbahan bebek, berikut berbagai macam sambalnya sebagai pelengkap masing-masing menu, yang terhidang hanya dalam tempo 3−5 menit
e-preneur.co. Sejak beberapa tahun terakhir ini, Jakarta khususnya, diserbu oleh restoran cepat saji bermenukan ayam goreng. Bahkan, beberapa tahun sebelumnya, rumah makan yang menyediakan ayam goreng dengan bumbu tradisional, telah merambah Kota Metropolitan itu.
Hal ini menggelitik Rouf Estianda, penggemar berat makanan bermenukan bebek, untuk membuka restoran yang branding-nya secepat ayam, tapi tentu saja bukan ayam atau lele.“Kalau saya memilih ayam atau lele, pasti akan kalah dengan berbagai resto yang menyajikan menu ayam, khususnya. Saya pasti akan kemakan merek mereka. Akhirnya, saya memilih bebek, dengan pertimbangan banyak orang suka bebek.Tapi, resto bebek yang enak dan branding-nya sekuat ayam masih jarang ditemui. Sebab, bebek biasanya alot dan amis,” kata Rouf.
Di sisi lain, ia juga ingin menggeser pengertian bahwa rumah makan bebek hanya menyediakan bebek goreng dan bebek bakar, mentok-mentoknya bebek balado. Padahal, saat ini, seiring dengan makin banyaknya resto bebek, makin banyak pula menu bebek yang disajikan.Seperti, pepes bebek atau bebek karamel.
Dengan pertimbangan-pertimbangan itu,ia menciptakan bebek yang seempuk, seenak, dan se-familiar ayam dengan membuka Nasi Bebek Tunjungan (NBT) pada Desember 2006. “Kami ingin menekankan bahwa inilah restoran bebek di mana para penggemar bebek dapat menikmati macam-macam masakan berbahan dasar bebek.Seperti, Bebek Ginseng yang khas Korea, Kebuli Bebek yang berbau Timur Tengah, atau Bebek Cobek yang bernuansa Sunda. Intinya, meski cuma digoreng, tapi bebek kami disajikan dengan rasa yang berbeda-beda,” ungkapnya.
NBT, ia menambahkan, juga menyediakan sambal-sambal khusus sebagai padu padan menu bebek yang ada. Seperti, Sambal Pencit (sambal mangga muda) untuk Bebek Bakar, Sambal Dadak (sambal yang langsung diulek di tempat, red.) untuk Bebek Goreng, Sambal Tomat untuk Bebek Cobek, Sambal (cabai) Hijau untuk Bebek Hijau, dan sambal biasa untuk Bebek Ginseng.
Pada awalnya, NBT yang dibangun dengan modal sekitar Rp500 ribu−Rp700 ribu dan gerobak pinjaman, tidak cukup mudah untuk bisa berdiri tegak di tengah masyarakat yang ayam goreng minded.Meski, saat itu, belum banyak yang bergerak di usaha bebek goreng.
“Dengan tiga ekor bebek atau sekitar 15−18 porsi (normalnya 12 porsi, red.) hanya laku 10 porsi/hari dengan harga Rp6 ribu/porsi,” kisahnya. Tapi, sekitar 2−3 bulan kemudian, terjadi peningkatan menjadi 10−20 ekor bebek. Hal ini, mendorong seseorang untuk mengajak bekerja sama dengan membuka restoran.
Pada Maret 2007, warung di Jalan Pemuda, Rawamangun, Jakarta Timur, itu pun dipindahkan ke kawasan Tebet, Jakarta Selatan, dalam bentuk rumah makan, dengan modal Rp60 juta. “Sekarang, kami memiliki empat cabang dan menyembelih ratusan ekor bebek per hari,” lanjut Rouf, yang menggunakan bebek Biang dari Purworejo, Jawa Tengah, dan berumur setengah tua.Alasannya, meski kecil tubuhnya, tapi tebal dagingnya.
NBTjuga ditata dengan konsep laiknya restoran cepat saji yaitu dengan memenuhi pesanan konsumen hanya dalam waktu 3−5 menit. Mengingat, para karyawan kantor di Tebet dan sekitarnya merupakan pelanggan utamanya. “Pada umumnya, mereka bukan orang-orang yang sabar menanti, karena keterbatasan waktu makan mereka,” jelasnya.
Tapi, dalam perkembangannya, NBT juga menjadi home resto. Sebab, pelanggan yang tinggal di kawasan yang cukup jauh dari NBT pun ikut nimbrung, meski hanya di akhir pekan. Tak pelak, omset pun meningkat hingga 50% per bulan untuk setiap outlet.
Perkembangan yang cukup pesat ini, terjadi berkat dukungan marketing dan promosi yang gencar. Seminggu sekali, NBT menyebarkan brosur. Di samping itu, juga menjalin hubungan baik dengan media dan selalu melakukan perbaikan.
“Setelah tutup buku, setiap akhir bulan, kami melakukan evaluasi baik dari masakan maupun sumber daya manusia (SDM). Hampir setiap bulan, kami mengeluarkan menu baru. Sedangkan di bulan ramadhan, kami menyediakan paket katering ramadhan dan takjil (makan bersama di bulan puasa, red.) gratis. Untuk SDM-nya, seminggu sekali kami melakukan update dan upgrade,” ucapnya.
Kini, resto bebek telah tumbuh bak cendawan di musim hujan dan semuanya tidak pernah sepi pembeli. Otomatis, hal ini menimbulkan persaingan yang sangat ketat. Agar tidak tergilas, NBTmenggenjot para marketer-nya agar bekerja lebih keras, memberi berbagai paket diskon, dan menjalankan personal marketing.Sehingga, setiap pelanggan dikenal baik oleh karyawan NBT. Sementara untuk pesan antar, NBT tidak membebankan ongkos di mana pun pemesan berada. “Kami hanya membebankan minimumorder,” katanya.
Selain itu, Rouf juga menambah ilmu dari buku-buku marketing. “Di buku-buku itu, dikatakan bahwa salah satu cara untuk memenangkan persaingan yaitu dengan selalu menciptakan menu baru,” ujarnya.
Sedangkan untuk memperluas pemasaran, NBT yang menjadi langganan tetap para karyawan di DPR, BPSI, Polda Metro, Electrolux, Mabes Polri, dan BCA ini, pada tahun 2008, membuka cabang yang kelima serta merambah Bekasi, Depok, Sumatera Utara, dan Yogyakarta baik dalam bentuk kerja sama bagi hasil maupun waralaba.