Home / Liputan Utama / Bekerja dari Rumah itu Lebih Efisien

Bekerja dari Rumah itu Lebih Efisien

Betty Nurbaiti (Green Shop)

Betty-1 (2)Adakalanya sebuah bisnis terlahir karena tidak mempunyai pilihan. Apalagi, jika hal itu menyangkut anak. Dan, itu yang melatarbelakangi Betty membuka Green Shop, sebuah bisnis yang bukan profit tujuan utamanya, melainkan membantu sesama

e-preneur.co. Bagi seorang Ibu, anak-anaknya adalah harta yang tak ternilai harganya. Ketika anak-anak tersebut menderita, Ibu mereka jauh lebih menderita dan akan melakukan berbagai cara untuk mengurangi atau menghilangkan derita mereka. Seperti, yang dilakukan Betty Nurabiti.

Saat anak keduanya, Frederick Nya’Saroeng, diketahui alergi terhadap Sodium Lauryl Sulfate (SLS), Betty disarankan oleh seorang dermatologist untuk beralih dari chemical base skincare ke natural skincare. Lalu, ia mencari produk ini dan mendapati kenyataan bahwa saat itu tidak ada produk yang tidak mengandung SLS di market Indonesia. Bahkan, di Singapura pun produknatural skincaremasih susah diperoleh. Akhirnya, setiap ke luar negeri, ia menyempatkan diri berbelanja produk-produk natural skincare.

“Teman-teman yang memiliki anak dengan masalah yang sama juga titip. Lama-kelamaan, karena membeli terlalu banyak, saya dijegal di airport, sekali pun saya sudah menunjukkan surat rekomendasi dari dokter kulit anak saya. Agar produk yang saya bawa bisa keluar, saya harus membayar cukainya. Terpikir oleh saya, bagaimana nasib Ibu-ibu lain yang memiliki masalah yang sama dengan saya,” kisah Betty.

Dari situlah, ia bertekad harus memulai sesuatu.Tapi, bukan membangun usaha, melainkan lebih kepada pemikiran kalau tidak dia yang memulai, maka anaknya tidak akan mempunyai skincare. “Saya tidak mempunyai pilihan,” lanjutnya.

Kendalanya, produk natural skincare tidak dapat dibeli dalam jumlah banyak, lalu “ditimbun”. Karena, masa kadaluarsanya hanya dua tahun. Jadi, kalau membeli banyak dan tidak laku, maka akan merugi.

“Kendala kedua, setelah saya memutuskan membuka usaha ini (tahun 2010) dan mendekati para supplier. Mereka semua menolak, sebab di Indonesia tidak ada market-nya. Akhirnya, setelah saya memberi tahu mereka kalau saya beli putus, mereka pun mau menyerahkan produk mereka. Hasilnya, di Indonesia tidak ada yang membeli produk-produk tersebut hingga expired berakhir. Untuk mengatasinya, sebelum expired berakhir, kami pakai sendiri atau dijual murah,” ujar sarjana manajemen keuangan dari Universitas Trisakti ini.

Kendala ketiga muncul ketika akan mengurus izin usaha atas produk impor.Semua varian produk skincare tersebutharus didaftarkan ke BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan) di mana harga per produk Rp450 ribu–Rp750 ribu. Untuk mendapatkan izinnya, memakan waktu bulanan hingga tahunan. Kalau saat didaftarkan ternyata ditolak, duit tidak kembali. Kalau ingin mendaftarkannya lagi, harus membayar lagi.

Kendala berikutnya, ketika harus didaftarkan ke area produk herbal. “Menurut saya, obat yang berbasis herbal, kalau dikelompokkan masuk ke dalam natural base,itu expired-nya cepat. Menurut petugas yang mengurusinya, tidak. Bisa sama dengan produk-produk yang lain. Padahal, jika dipaksakan bertahan selama 7–9 tahun berarti masuknya chemical base. Sebab, belum pernah ada pengawet untuk natural base yang tahan 7–9 tahun,” jelasnya.

Akhirnya, Betty batal mendaftarkan ke BPOM dengan risiko tidak bisa membuka toko. Kalau nekad membuka toko, kemungkinannya kena razia. “Market-nya sudah ada dan tidak mempermasalahkan BPOM. Yang mereka permasalahkan, apakah produk ini sudah mendapat sertifikat dari Departemen Kesehatan Amerika dan memang ada,” tambahnya. Selanjutnya, ia berdagang secara online.

Untuk membeli produk-produk dalam Green Shop, begitu nama usaha ini, tidak ada minimal order dan gratis ongkos kirim untuk area Jakarta. Sementara konsumen yang disasar yaitu para Ibu baik yang anak-anaknya mempunyai masalah kesehatan maupun tidak.

Dari sisi penyebaran produk, sudah merambah ke seluruh Indonesia. “Bahkan, kami sudah mempunyai lima resellerdi mana tiga di antaranya berada di Jakarta. Mereka menjual dengan harga yang sama. Jika kami mempunyai pembeli yang kebetulan tempat tinggalnya lebih dekat ke reseller, kami sarankan untuk membeli ke reseller atauuang pembelian kami serahkan ke reseller,” ujar kelahiran Banda Aceh, 15 Juni ini.

Kini, Green Shop sudah berjalan lima tahun dan masih terus mengusahakan masalah perizinan, serta meyakinkan principal bahwa market di Indonesia berbeda. Selain itu, Green Shop akan tetap online.Karena, produk sehat di Indonesia masih susah.

Merunut ke belakang. Pada awal membuka usaha ini, suami Betty hanya mengatakan bahwa pertama, Betty adalah seorang Ibu dan posisinya tidak dapat digantikan oleh Ayah. Kalau anak membutuh Ibu berarti ia membutuhkan Ibu, kalau anak membutuhkan Ayah ya ia membutuhkan Ayah. Adalah bohong jika anak membutuhkan orang tuanya, karena Ibu dan Ayah mempunyai peran yang berbeda.

“Dia hanya minta itu dan jangan lupakan itu,” kisah Betty, yang juga Ibu dari Katherine Dauyah ini. Kedua, sang suami juga mengerti bahwa Betty menjalankan usaha ini, karena anak mereka tidak mempunyai pilihan lain.

Namun, ia sudah memiliki trik yaitu menjalankan usaha semaksimal mungkin dari rumah. Dengan teknologi yang ada dan perangkat komunikasi yang semakin lengkap, segala sesuatunya bisa didiskusikan dengan kedua staf nya yang semuanya perempuan. “Mereka bergerak di bidang administrasi dan sales. Saya juga dibantu tenaga outsource untuk website dan keuangan. Bekerja dari rumah lebih efisien,” tegasnya.

Check Also

Harus Pandai Membaca Karakter Orang

Fairuz (Redline Bags)   Membangun bisnis di dalam bisnis dan satu sama lain berhubungan itu …

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *